TERMASUK bagian dari syari’at Islam, adanya larangan untuk mencela sesuatu yang memberikan manfaat kepada kita. Diantaranya larangan dari mencela ayam jago. Karena ayam jago memberikan kemanfaatan kepada kita. Ia membangunkan kita saat waktu sholat tiba. Yaitu saat sepertiga malam yang terakhir untuk menunaikan sholat Tahajud dan saat mendekati fajar muncul untuk menunaikan sholat shubuh.
Nabi kita Muhammad –shollallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda :
لا تسبُّوا الدَّيكَ، فإنَّهُ يوقِظُ للصَّلاةِ
“Janganlah kalian mencela ayam jago. Karena sesungguhnya ia membangunkan untuk sholat”. [ HR. Abu Dawud : 5101 dari Zaid bin Kholid –rodhiallohu ‘anhu- dan dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani –rohimahullah- ].
Dalam riwayat Ath-Thobroni –rohimahullah- dari Zaid bin Kholid –rodhiallohu ‘anhu- beliau berkata :
لَعَنَ رَجُلٌ دِيكًا صَاحَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «لَا تَلْعَنْهُ فَإِنَّهُ يَدْعُو إِلَى الصَّلَاةِ»
“Ada seorang yang mencela ayam jago yang sedang berkokok di sisi Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam-. Maka beliau-shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda : “Janganlah kamu menlaknatnya, sesungguhnya ia menyeru untuk sholat”. [ Mu’jam Kabir : 5/240 no : 5208 ].
BACA JUGA: Melafadzkan Niat Puasa Menurut Jumhur Ulama
Imam Hulaimi –rohimahullah- berkata :
فيه دليل على أن كل من استفيد منه خير لا ينبغي أن يسب ولا يستهان به بل حقه الإكرام والشكر ويتلقى بالإحسان
“Di dalam hadits ini terdapat dalil, sesungguhnya segala sesuatu yang diambil faedah kebaikannya, tidak selayaknya untuk dicela dan dihinakan. Bahkan haknya untuk dimuliakan, disyukuri dan menyambutknya dengan kebaikan”. [ Faidhul Qodir : 6/399 ].
Imam Al-Munawi –rohimahullah- berkata :
ومن أعان على طاعة يستحق المدح لا الذم
“Barang siapa yang membantu untuk ta’at ( kepada Alloh ), maka berhak untuk dipuji dan tidak dicela”. [ Faidhul Qodir : 6/399 ].
Bahkan Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan kita berdo’a kepada Alloh minta keutamaan kepada-Nya. Beliau –shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
إِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ، فَإِنَّهَا رَأَتْ مَلَكًا، وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الحِمَارِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانًا
“Jika kalian mendengar suara kokok ayam mohonlah kepada Allah karunia-Nya karena saat itu ayam itu sedang melihat malaikat dan bila kalian mendengar ringkik suara keledai mohonlah perlindungan kepada Allah karena saat itu keledai itu sedang melihat setan”. [ HR. Al-Bukhari : 3303 dan Muslim : 2729 dari Abu Huroiroh-rodhiallohu ‘anhu- ].
Saya sempat terkejut ketika membaca keterangan dari Imam Al-Qodhi ‘Iyyadh –rohimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas. Dimana beliau menyebutkan salah satu faidah dari hadits di atas, yang sebelumnya belum pernah saya pikirkan. Beliau –rohimahullah- berkata :
وفيه استحباب الدعاء عند حضور الصالحين
“Di dalamnya terdapat anjuran untuk berdo’a ketika orang-orang sholih hadir/datang”. [ Sebagaimana dalam Syarah Shohih Muslim : 17/47 ].
Maksudnya, beliau mengqiyaskan kehadiran orang-orang sholih dengan kehadiran malaikat, dimana Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- menganjurkan untuk berdo’a ketika itu.
Larangan untuk mencela ayam jago, sifatnya mutlak. Padahal jika kita teliti, ayam jago terkadang merugikan kita. Seperti buang kotoran sembarangan sehingga membuat rumah kita kotor. Bau kotorannya-pun tidak enak. Akan tetapi Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- tetap melarang untuk mencelanya.
Ini sebuah pelajaran berharga bagi kita. Bahwa apa saja yang memberikan manfaat kepada kita, atau kita yang mengambil manfaat itu darinya, maka tidak boleh dicela dan dihinakan walaupun dia punya kekurangan atau kesalahan.
Jika terhadap ayam jago saja Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- melarang kita untuk mencelanya karena ia membangunkan kita untuk sholat, maka bagaimana dengan para ulama’ kita ? Tentu mereka lebih berhak untuk dimuliakan, dihormati, dido’akan dengan kebaikan dan haram untuk dicela serta dihinakan.
Karena mereka telah menjadi sebab kebaikan kita. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari pelaku kesyirikan menjadi ahli tauhid, dari ahli maksiat menjadi ahli ta’at, dari kehidupan yang penuh dengan kegelapan menuju cahaya Islam.
Mereka mencurahkan waktu, umur, tenaga dan segala apa yang mereka punyai untuk menyeru manusia kepada kebaikan dan memperingatkan mereka dari kejelekan. Menuntun kita semua kepada Surga dan menjauhkan kita dari sebab-sebab yang akan menjatuhkan kita ke dalam Neraka.
Jika demikian, apakah pantas mereka dicela, dicaci maki, dan dihinakan hanya disebabkan sedikit kekurangan dan kesalahan yang ada pada mereka ? kemudian kita melupakan seluruh kebaikan dan jasa mereka terhadap Islam dan kaum muslimin ? Tentu jawabnya : Tidak !
BACA JUGA: Amalan di Malam Nisfu Syaban, Begini Menurut Para Ulama
Oleh karena itu, Imam Ibnu Asakir –rohimahullah- berkata :
أن لحوم العلماء رحمة الله عليهم مسمومة وعادة الله في هتك أستار منتقصيهم معلومة
“ Sesungguhnya daging para ulama’ itu beracun. Dan ketentuan Alloh dalam mengoyak tirai orang-orang yang merendahkan mereka merupakan perkara yang telah diketahui”. [ Tabyin Kadzibil Muftari : 29 ].
Artinya, orang-orang yang merendahkan dan mencela para ulama’ sunnah, maka mereka akan mendapatkan hukum dari Alloh Ta’ala. Akan dihinakan oleh Alloh sebagaimana mereka menghinakan para ulama’. Oleh karena itu, sejarah telah mencatat dan menjadi saksi, bagaimana akhir perjalanan orang-orang yang menghinakan para ulama’ sunnah. Mereka dihinakan dan dihukum dengan penyimpangan akibat perbuatan mereka terhadap para ulama’.
Semoga Alloh menjaga lisan-lisan kita dari perkara ini sampai akhir hayat kita. Wallohu a’lam bish showab. Alhamdulillah Robbil ‘alamin…
***
Ulama’ yang dimaskud di sini meliputi ulama’ bermakna khusus seperti para ulama’ yang memang masuk derajat orang-orang yang memiliki keilmuan yang sangat luas baik yang telah wafat ataupun yang masih hidup, serta para ulama’ dalam makna lebih umum seperti para penuntut ilmu dan para da’i dijalan Allah. []
Facebook: Abdullah Al Jirani