SEBAGAI Muslim kita hendaknya menghormati kuburan. Rasulullah SAW dan para ulama telah memberikan dalil dan keterangan yang jelas agar kita berlaku sopan kepada setiap orang, tak terkecuali kepada mereka yang sudah wafat.
Dalam Islam menghormati jenazah di dalam kuburan mirip dengan saat kita menghormati orangnya kala masih hidup. Bila saat hidup kita dilarang berlaku tak sopan kepada seseorang, demikian pula ketika orang tersebut sudah meninggal dunia. Ini bagian dari prinsip memuliakan manusia sebagaimana firman Allah dalam al-Isra ayat 70 yang artinya “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam [manusia]).”
BACA JUGA: Nafsiah, Shahabiyah yang Menggali Kuburannya Sendiri
Tak hanya itu, kuburan juga merupakan tempat untuk mengingatkan seseorang kepada kematian. Bukan hanya seonggok tanah tak berguna. Karena itulah anjuran berziarah muncul, dan kuburan tak bisa disamakan dengan lapangan atau padang rumput biasa. Kuburan adalah tempat sakral.
Di antara bentuk penghormatan Islam terhadap kuburan adalah larangan duduk di atasnya. Bahkan duduk di atas kuburan merupakan hal yang diharamkan. Terkait hal yang demikian, terdapat hadits yang tercantum dalam kitab Shahîh Muslim:
“Dari Abu Hurairah RA, Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seandainya seseorang duduk di atas bara api sehingga membakar pakaiannya sampai kulitnya, itu lebih baik baginya dibandingkan duduk di atas kuburan’,” (HR Muslim).
Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahîh Muslim menyebutkan:
قَالَ أَصْحَابُنَا تَجْصِيصُ الْقَبْرِ مَكْرُوهٌ وَالْقُعُودُ عَلَيْهِ حَرَامٌ وَكَذَا الِاسْتِنَادُ إِلَيْهِ وَالِاتِّكَاءُ عَلَيْهِ
“Ulama dari kalangan kami (Syâfi’iyyah) berpendapat, hukum memplester (membangun) kuburan adalah makruh, sedangkan duduk di atas kuburan adalah haram, begitu juga bersandar dan bertumpu kepada kuburan” (Imam an-Nawawi, al-Minhâj Syarah Shahîh Muslim bin al-Hajjâj, Beirut: Dar Ihya at-Turats, cetakan ke-2, 1392 H, juz 7, hal. 27).
Selain dalam Syarah Shahîh Muslim, Imam an-Nawawi juga menyebutkan dalam kitab al-Majmū’:
ذكر الماوردي وغيرهأنه يكره إيقاد النار عند القبر
Imam al-Mâwardi dan selainnya menyebutkan, bahwa hukum menyalakan api di sisi kuburan itu adalah makruh. Al-Khâtib menyebutkan dalam kitab Mughni al-Muhtâj:
ولا يجلس على القبر المحترم ولا يتكأ عليه ولا يستند إليه ولا يوطأ عليه إلا لضرورة
“Dan jangan duduk di atas kuburan yang dihormati, jangan bersandar dan bertumpu di atasnya, dan tidak boleh diinjak kecuali karena keadaan yang darurat” (al-Khâtib asy-Syirbîni, Mughni al-Muhtâj, Dar el-Fikr, juz 1, hal. 354)
Abu Ishâq asy-Syayrâzi dalam at-Tanbîh menyebutkan:
ولا يجلس على قبر ولا يدوسه إلا لحاجة. ويكره المبيت في المقبرة.
“Tidak boleh duduk di atas kuburan, tidak boleh menginjak-injak kuburan kecuali karena ada kebutuhan, dan makruh hukumnya bermalam di pemakaman” (Abu Ishâq asy-Syayrâzi, at-Tanbîh fi al-Fiqh asy-Syâfi’i, Beirut: ‘Alam al-Kutub, cetakan pertama, 1983, juz 1, hal. 52)
BACA JUGA: Bolehkah Meninggikan Kuburan?
Pendapat-pendapat ulama di atas menegaskan ketidakbolehan: duduk di atas kuburan, menginjak, melangkahi, bersandar, berjalan, dan tindakan-tindakan sejenis yang tidak menghormati kuburan. Namun jika alam keadaan darurat, maka dapat dijadikan pengecualian. Menurut Syihabuddin ar-Ramli dalam Nihâyah, larangan tersebut merupakan langkah bijaksana dari upaya pengormatan penghormatan terhadap orang meninggal.
Dengan demikian, Muslim Indonesia yang akrab dengan tradisi ziarah, haul, atau kegiatan lain di area pemakaman harus memperhatikan rambu-rambu ini. Termasuk pula bagi para pedagang yang barangkali mengais rezeki di sekitar makam. Bila untuk kegiatan yang halal saja seseorang dilarang berlaku tak sopan terhadap kuburan, tentu apalagi untuk kegiatan maksiat. []
SUMBER: NU.OR.ID