ISLAM telah mengatur segalanya dengan sempurna, termasuk adab memuliakan tamu. Seoranng mualaf ini tersihir dengan ajaran Islam begitu sempurna.
Wartawan cantik bernama Lauren Booth, ia pergi ke Gaza untuk meliput keadaan di Palestine. Setelah melalui berbagai pemeriksaan oleh pasukan Israel, sampai juga ia di sebuah perkampungan Palestina.
Ia mengetuk pintu salah satu rumah warga setempat. Lalu pintu pun terbuka, seorang ibu keluar dengan wajah berseri-seri.
“Assalamu’alaikum, tafaddhal (silahkan masuk),” ucap sang ibu dengan penuh kehangatan.
“Wajahnya berseri, matanya bersinar, dia mempersilahkan saya masuk ke rumahnya seperti mempersilahkan saya masuk ke istana Taj Mahal. Seakan-akan rumahnya adalah tempat terindah di dunia,” ucap Lauren yang antusias menceritakan.
Lauren memperhatikan rumah sang ibu dengan seksama, Hanya dinding, atap, dan dua tikar terhampar. Satu tikar untuk tidur dan shalat, satu tikar untuk hidangan makanan. Tidak ada apa-apa selain itu. Lemari, kursi, apalagi televisi, tidak ada.
Tapi ungkapan wajah dan bahasa tubuhnya seperti orang yang sangat berbahagia, Lauren tak habis pikir.
Mereka pun duduk di tikar. Dan ibu tersebut menyodorkan makanan, yang hanya terdiri dari roti, bumbu, dan selada. Melihat ‘menu prihatin’ itu, Lauren berulang-ulang menolak tawaran makanan itu, bukan tidak suka, tapi bagaimana mungkin ia memakan makanan orang miskin? Yang makanannya pun sangat terbatas? Hanya makanan itulah yang ibu itu punya.
Tapi ibu tersebut terus menyodorkan makanan.
“Anda adalah tamu kami,” katanya. Akhirnya, untuk sekedar menghargai, dia memakan satu roti sembari mengajak makan bersama,
“Mari makan bersama,” ucapnya. Akan tetapi sang Ibu menolak karena sedang puasa.
Lauren merasa marah kepada ibu tersebut, “Sudah prihatin, ada makanan, akan tetapi menahan makan,” gerutunya kesal.
“Saya marah kepada Islam, yang mengharuskan orang berlapar-lapar selama 30 hari. Saya marah kepada Qur’an, yang mewajibkan ibu ini menahan lapar dan dahaga, padahal mereka butuh makan-minum, dan makanan serta minuman itu ada,” sambung Lauren kembali.
“Saya mersa jengkel. Maka saya pun bertanya pada ibu itu, mengapa ibu puasa? Untuk apa?,” tanya Lauren.
“Kami berpuasa sebagai rasa syukur kami kepada Allah, karena bisa merasakan apa yang dialami saudara-saudara kami yang miskin,” jawab ibu dengan wajah yang begitu ramah.
Mendengar jawaban itu, Lauren tak kuasa membendung air mata. “Ibu ini tak punya apa-apa di dunia. Dia masih bersyukur dan berbagi rasa dengan orang yang lebih malang darinya,” ungkap Lauren.
Saat itu juga saya berkata dalam harti ”Jika ini Islam, saya ingin jadi Muslim,”.
Tahun 2010, Lauren muncul di saluran TV Islam dalam acara Global Peace and Unity, mengenakan busana Muslimah, dan berkata: “My name is Lauren Booth, and I am a Muslim.” []