TERPERANGKAP di negerinya sendiri, Muslim Rohingya di Myanmar tak henti-hentinya mendapat perlakuan tak manusiawi dari tentara rezim dan kelompok Buddha eksremis.
Tak hanya itu, Muslim Rohingya yang pergi mengungsi mencari suaka ke negara-negara tetangga, nasib mereka tak jauh beda dengan keadaan mereka di Myanmar—bertarung dengan maut. Di India, Muslim Rohingya tak diharapkan.
Mengutip Mail Online, pemerintah India berencana mengusir hingga 40 ribu Muslim Rohingya yang telah tiba selama 10 tahun terakhir. Menurut laporan media, pemerintah India menganggap Rohingya adalah ancaman keamanan yang bisa membantu ‘teroris.’ Juru kampanye hak-hak sipil dan Komisaris
Tinggi PBB untuk HAM, Zeid Raad al-Hussein jelas sangat menentang langkah India tersebut.
Sementara di Bangladesh yang telah menjadi tujuan utama, dan beberapa di antaranya berakhir di negara-negara tetangga seperti Nepal, hampir selalu dipaksa untuk hidup dalam kemelaratan.
Ada 16.000 Rohingya yang terdaftar di India menurut PBB, namun masih banyak yang tidak berdokumen. Pejabat mengatakan hampir 7.000 orang tinggal di gubuk-gubuk di Jammu di Himalaya India, di mana mereka mulai tiba pada tahun 2008.
Jammu sendiri adalah wilayah mayoritas Hindu yang juga kerap memerangi umat Muslim. Muslim Rohingya di Jammu kebanyakan bertahan hidup dengan mengumpulkan sampah plastik untuk didaur ulang atau sebagai buruh kasar.
Partai sayap kanan Bharatiya Janata yang berkuasa di Jammu telah meminta perintah pengadilan untuk mengusir mereka dari negara bagian. Satu kelompok usaha mengancam akan membunuh Rohingya jika mereka tidak dipindahkan.
Pekan lalu, seekor sapi ditemukan mati di dekat pemukiman Rohingya di pinggir kota Jammu. Menurut Shafi Alam, seorang Rohingya yang tiba pada tahun 2008, aktivis Hindu membakar gubuk yang menuduh Rohingya membunuh sapi – makhluk suci bagi orang Hindu.
“Sebelumnya, tidak ada banyak masalah. Namun permusuhan telah meningkat pesat sejak insiden sapi. Kami melarikan diri dari sana dan sekarang sekitar 100 keluarga terpaksa menjadi gelandangan,” kata Shafi Alam, 52, kepada AFP.
Di New Delhi, ada 47 keluarga yang tinggal di kamar bobrok di kamp Kanchan Kunj. Mereka mengatakan bahwa mereka lebih suka menderita di New Delhi daripada kembali ke Myanmar.
“Jika kami pulang ke rumah (Myanmar), maka kami akan tinggal di tempat yang lebih kecil daripada kandang ayam. Saya lebih suka pemerintah India membunuh kami atau menempatkan kami di penjara daripada kami dideportasi kembali ke Myanmar. Jika kita kembali ke sana, mereka (tentara rezim Myanmar) akan memotong tubuh kami menjadi beberapa bagian dan menumpuk jasad kami bersama-sama dan membakar kami,” ungkap Mohammad Salimullah, pemilik toko kelontong asal kepada AFP.
Di negara tetangga Nepal, sekitar 250 Rohingya tinggal di sebuah kumuh gubuk di Kathmandu utara, dengan cemas menunggu kabar tentang keluarga yang melarikan diri dari Rakhine.
Rafiq Alam, 28, yang tiba bersama istri dan dua anaknya pasca insiden kekerasan pada tahun 2012, mengatakan bahwa kampung halamannya “Sekarang terlihat seperti ladang karena tentara rezim membakar seluruh desa dan mengubahnya menjadi abu.”
Pemerintah Nepal tidak memiliki rencana untuk melakukan tindakan terhadap Rohingya, meskipun masyarakat menghadapi pelecehan dan perjuangan untuk mendapatkan pekerjaan. []