Ketika kita melihat orang lain nampak sedang bersedih, berduka atau menemukan kesulitan, lalu kita melakukan sesuatu untuk orang tersebut yang menurut kita baik itulah simpati, lalu kita turut merasa sedih, susah atau kesulitan terhadap apa yang menimpa orang lain itulah empati, sementara kita melihat semua kejadian dari sudut pandang orang yang tersebut itulah perspektive taking.
Perspektive taking lebih dari sekedar simpati dan empati, tetapi seluruh pikiran dan perasaan kita seolah-oleh adalah pikiran dan perasaan mereka juga. Perspective taking bisa didefinisikan yaitu melihat dari sudut pandang orang lain. Perspective taking menurut Ellen Galsinky adalah salah satu keterampilan hidup yang penting dimiliki oleh kita, baik anak-anak atau orang dewasa.
Sebagian kita beranggapan bahwa pemikiran sosial hanya digunakan ketika kita berada dalam interaksi sosial, misalnya ketika sedang bermain, berdiskusi, bertamu atau kegiatan yang melibatkan orang lain. Padahal tidak demikian, pemikiran sosial ini bisa aktif tidak hanya ketika kita berada di tempat orang lain atau ketika kita sedang berhadapan dengan orang lain.
Pemikiran sosial bisa aktif ketika kita sendirian, kita bisa berpikir dalam sepi tentang kejadian yang berlalu, apakah kata-kata kita yang diucapkan telah menyakiti perasaan orang lain, apakah tindakan kita membuat orang lain tidak nyaman. Pemikiran sosial ini akan membantu kita mengambil sikap yang tebaik dalam perilaku sosial. Jadi kita dan anak-anak kita tidak cukup dilatih hanya dengan keterampilan sosial, tapi juga harus dilatih berpikir sosial, itu fokus dari Perspective taking.
Saya jadi teringat nasihat Rasulullah SAW kepada Fatimah r.a. sebelum tidur maka lakukanlah empat hal, salah satunya adalah memintakan ampun kepada saudara-saudara seiman, dan itu pahalanya sama dengan bersodaqoh kepada seluruh umat. Begitupun sahabat nabi yang dinyatakan ahli surga oleh Rasulullah ternyata memiliki kebiasaan mengikhlaskan, ridho, memafkan, tidak ada iri dengki kepada manusia sedikitpun menjelang tidur malamnya.
Perspektive taking adalah sebuah keterampilan hidup yang penting, yang akan membuat kita bahagia dan orang lain di sekitar kitapun bahagia. Walau istilahnya dalam bahasa inggris, dalam perspektif Islampun saya kira keterampilan ini penting untuk dilatihkan. Tidak berarti menjustifikasi, banyak dalil naqli yang menunjukkan pentingnya perspektive taking dalam kehidupan.
Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah dicontohakan sebagai berikut; ketika ada seorang anak tidak sengaja menyenggol temannya kemudian temannya terjatuh, mungkin merasa sakit atau sangat tidak nyaman anak itu menangis. Anak yang tidak sengaja menyenggol kemudian mengangkat tangannya untuk meminta maaf dan merasa iba itulah simpati dan empati, tapi ketika anak tersebut kemudian bertanya apakah ada yang terluka, apakah perlu saya ambilkan obat biar saya obati lukanya, atau butuh pelukan, itulah perspektive taking. Wallohu a’lam. []