LELAKI kucing garong, kerjanya cuma mengeong. Lihat perawan manis langsung nyelonong, tawarkan barang mewah dan banyak omong. Emang dasar kelakuannya songong, pikirannya juga sebau jigong. Urat malunya sudah terpotong, nafsu selingkuh terus digonggong. Udah tua masih saja doyan ‘berondong’, padahal rambut mulai botak hingga kepala nonong. Kagak sadar bentar lagi bisa jadi jasad bakal digotong, harusnya perbanyak taubat daripada meniru tabiat kingkong. Kawin manasuka meliar diri sampai giginya ompong, patut sangat yang demikian ditimpuk pakai kedondong.
Lelaki kucing garong, ujaran memanis di ujung moncong. Kebanyakan golongan cukong, gemar sekali memburu bokong. Padahal cucu di rumah menyebutnya engkong, tapi binalnya melebihi bangkong. Dasar otak kosong melompong, apa kata akhirat saat jasad mewujud jerangkong. Segera luruskan nurani yang bengkong, setidaknya dengan Iblis tidak lagi berkongkalikong. Syukur-syukur keinsyafan membikin syahwat terlarang menjadi kopong, hingga kebaikan bisa meninggi laksana cerobong. Bukan tak mungkin kedamaian ikut terboyong, bahagia bersama keluarga tercinta tak lagi sekadar ‘tuk diteropong.
Lelaki kucing garong, usah lagi terlalu banyak cincong. Manfaatkan masa tua seperti kepompong, menenangkan batin dalam renung diri agar iman tak lagi doyong. Hindarkan juga berujar bohong, sebab itu tak ubahnya membikin cemong. Sesungguhnya di hadapan-Nya kita itu laksana adikong, mesti patuh dan taat agar benjana suci jiwa tiada bolong. Teruslah bergerak agar aral menuju perbaikan akhlak dan tindak sebenar plong, tak ada kata terlambat meski perangai buruk sempat mewujud sebentuk gelonggong. []
Arief Siddiq Razaan, 25 April 2016