Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabakarakatuh,
USTADZ, ada teman saya yang menurut dia lemah syahwat alias impoten, dan dia ingin menikah. Bagaimana hukumnya atas hal ini Ustadz? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
DMP
Wassalamuallaikum Warahmatullahi Wabakarakatuh,
DMP yang dimuliakan oleh Allah SWT. Dikutip dari islamqa.ca., tidak ada aturan dalam syariat yang melarang seorang lelaki yang ingin menikah dan dia terkena penyakit lemah syahwat. Akan tetapi dia harus menjelaskan kepada orang yang hendak dia nikahi kenyataan dirinya. Jika tidak, maka dia berdosa.
Dan seorang isteri boleh membatalkan pernikahan. Karena kenikmatan dan mendapatkan keturunan merupakan tujuan utama dari pernikahan. Dan keduanya adalah hak bersama di antara kedua pasangan.
Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiah, 31/16 disebutkan impontensi merupakan sebab yang membolehkan seorang isteri menuntut berpisah dari suaminya, setelah memberikan tangguh selama setahun, menurut jumhur ulama.
Sedangkan pendapat sejumlah ulama dari mazhab Hambali, seperti Abu Bakar, Al-Majd Ibnu Taimiah, mereka menyatakan bahwa wanita tersebut dapat menuntut berpisah saat itu juga.
Jumhur ulama berpendapat dengan riwayat dari Umar radhiallahu anhu yang memberi waktu kepada orang yang impoten selama setahun.
Karena maksud dari pernikahan bagi seorang wanita adalah menjaga kehormatannya dan dia memiliki kedudukan sebagai orang yang sudah menikah. Hilangnya tujuan dari akad pernikahan memberikan alasan bagi yang melakukan akad untuk mencabut kembali akadnya. Mereka telah sepakah dibolehkannya memilih dalam akad jual beli apabila terdapat cacat, karena dengan demikian seseorang akan mengalami kerugian harta. Maka hilangnya maksud pernikahan lebih utama untuk menjadi alasan membatalkannya.
Akan tetapi, jika seorang wanita ridha menikah dengan orang yang tak memiliki syahwat, baik karena penyakit, atau karena usia tua, maka tidak ada larangan baginya untuk menikah dengan tujuan pelayanan, teman, nafkah, perlindungan atau tujuan pernikahan lainnya.
Syekh Ibrahim bin Muhammad bin Salim bin Dhuwayyan Al-Hambali, rahimahullah dalam Manarus-Sabil, 2/91, “Dibolehkan menikah bagi orang yang tidak punya syahwat, karena impotensi, usia tua. Karena tidak ada dalil dalam syariat yang melarangnya.”
Orang impoten adalah orang yang tidak mampu melakukan hubungan seksual. Atau mungkin dia memiliki syahwat, tapi tidak mampu. Hak isteri untuk menggugurkan pernikahan dari suaminya yang lemah seksual menjadi gugur apabila dia ridha tinggal bersamanya.
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Jika sang wanita berkata, ‘Saya ridha dengannya walau dia impoten.’ Maka menjadi gugurlah selamanya haknya untuk menuntut dibatalkannya pernikahan.” Seperti misalnya seorang wanita ridha menikah dengan suami yang impoten. Namun kemudian sang wanita tersebut membutuhkan penyaluran syahwat, lalu dia menuntut pembatalan pernikahan. Maka kita katakan, ‘Engkau sudah tidak dapat memilih membatalkan.”
Seandainya dia berkata, ‘Ketika itu saya tertarik kepadanya dan ridha, akan tetapi setelah sekian lama, sekarang saya tidak menyukainya lagi. Maka kami katakan, ‘Tidak ada hak Anda untuk membatalkan sekarang, karena itu adalah kelalalian Anda’.” Asy-Syarhul Mumti, 12/211. Lihat jawaban soal no. 10620, 102553.
Kesimpulannya, bahwa orang yang lemah secara seksual, atau bahkan tidak mampu berhubungan seksual, maka menikah dengannya adalah sah. Akan tetap wajib baginya untuk menjelaskan kondisinya sebelum menikah. Apabila jelas perkaranya maka sah pernikahannya terhadap orang yang dapat hidup berkeluarga dengan kondisi seperti itu. Misalnya sang wanita juga tidak memiliki syahwat terhadap laki-laki.
Adapun gadis belia yang ingin menikah sebagaimana umumnya anak gadis, kami nasihatkan untuk tidak menikah dengan orang seperti itu. Karena boleh jadi dia mengira dirinya sabar menghadapinya, namun ternyata kemudian tidak sabar. Sehingga boleh jadi dia berpikir melakukan perkara haram, sebagai pengganti apa yang tidak dia dapat. Semoga Allah lindungi dari perbuatan tersebut.
Apapun alasannya, kami nasihatkan untuk tidak melakukan sesuatu yang mengandung risiko dan terpedaya oleh dirinya dengan menerima pernikahan dari orang seperti itu. Allahu alam bishawwab. []