PERISTWA penyerangan Bani Mushthaliq yang terjadi pada tahun kelima Hijriah, kaum Muslimin berhasil menjebol pertahanan lawan. Banyak tentara musuh menemui ajal di medan pertempuran, namun tidak sedikit juga yang masih hidup dan menjadi tawanan perang. Termasuk Burrah, putri pemimpin Bani Mushthaliq.
Saat Nabi sedang istirahat, dalam keadaan lelah dengan bermaksud untuk menenangkan diri. Tak di duga datang sosok wanita cantik, dan dengan lembutnya Nabi menerima kedatangan wanita itu.
BACA JUGA:Â Peringatan Aisyah untuk Istri Nabi yang Lain
Dengan memberanikan diri wanita itu berbicara pada Nabi, “Rasulullah, aku Burrah, putri pemimpin Bani Mushthaliq. Kau lihat sendiri saat ini kami sedang dicincang malapetaka akibat perang. Suamiku terbunuh, dan aku jatuh sebagai tawanan Tsabit bin Qais. Ia memang lelaki baik, tidak pernah berlaku buruk kepadaku. Namun, ketika kukatakan ingin menebus diri, dan ia tahu siapa aku, ia melejitkan harga tebusan. Rupanya ia ingin memeras harta dariku, tetapi aku tak punya. Maka, kupikir lebih baik minta perlindungan darimu, tolong bebaskan aku,”
Mendengar keluhan Burrah, Nabi diam sejenak. Setelah cukup lama berpikir, Nabi Muhammad SAW menyanggupi kebebasan dan akan menikahinya. Tidak berlangsung lama, Nabi menikah dengan Burrah. Perempuan Yahudi tersebut kemudian menjadi muallaf dan namanya diganti menjadi Juwairiyah.
Di lain tempat, ayah Juwairiyah yang belum mengetahui keadaan dan keislaman putrinya, berangkat bersama rombongan Bani Mushthaliq ke Madinah dengan membawa beberapa unta, domba, dan barang-barang berharga lainnya. Untuk melakukan penebusan agar anak kesayangannya bisa terbebas.
BACA JUGA:Â Ini Bahan Alami yang Digunakan Istri Nabi untuk Merawat Kecantikan
Ketika ayah Juwairiyah bertemu dengan Nabi, maka Nabi menceritakan kondisi putrinya selama di Madinah dan tentang keislamannya. Ayah Juwairiyah bersyukur mendengar kondisi putrinya, terlebih ketika bertemu langsung dengan perempuan yang disayanginya. Terlihat air mata kebahagiaan mengalir pada kedua pipinya.
Karena peristiwa ini, hati ayah Juwairiyah terguncang. Keimanannya sebagai pemeluk Yahudi terusik, akhirnya dia memutuskan untuk memluk Islam dan diikuti serentak oleh kaum Bani Mushthaliq. Seluruh Bani Mushthaliq yang menjadi tawanan perang pun secara tak diduga mendapatkan jaminan kebebasan. []
Sumber: Bilik-bilik Cinta/Penulis: Dr Nizar Abazah/Penerbit: Zaman,2009