TANYA: Saya wanita yang tengah sekolah di Belanda. Sebelumnya, kehidupan bermasyarakat di sini sangat toleran. Tetapi, akhir-akhir ini kesenjangan antar umat beragama makin parah. Diskriminasi meningkat dan bentrok antar agama meledak hanya karena urusan sepele. Awalnya, saya berkerudung ketika pergi ke sekolah. Tetapi, sudah dua tahun ini saya melepas kerudung dengan alasan keamanan. Orangtua wali saya juga menyarankan hal serupa. Apa saya termasuk wanita yang berdosa di kondisi seperti itu, ustadz? Lalu, bagaimana dengan pendidikan saya? Apakah saya harus meninggalkannya? Terima Kasih.
JAWAB: Alhamdulillah, disitat dari Percikan Iman, Ukhti yang dirahmati Allah Swt., kewajiban menutup aurat bagi seorang muslimah yang terdiri dari seluruh anggota badan kecuali telapak tangan dan muka, merupakan fardu ‘ain dan bersifat mutlak. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini.
“Katakan kepada para perempuan beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Janganlah menampakkan auratnya, kecuali yang biasa terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan auratnya, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan sesama Islam, hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki tua yang tidak mempunyai keinginan terhadap perempuan, atau anak-anak yang belum mengerti aurat perempuan. Janganlah mereka mengentakkan kakinya agar orang-orang mengetahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Hai, orang-orang beriman! Bertobatlah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S. An-Nūr [24]: 31)
Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah Swt. mengizinkan aurat tersebut terbuka tanpa batas di hadapan suaminya dan dalam batas-batas tertentu di hadapan mahram atau muhrimnya.
Untuk menjawab yang Anda tanyakan, sebelumnya perlu kita teliti adakah rukhshah (keringanan) dalam membuka aurat di hadapan selain dua kelompok yang disebutkan dalam ayat ke-31 surat An-Nūr. Jika ada, apakah kondisi tersebut masuk dalam katagori darurat yang memperbolehkan kita melakukan sesuatu yang asalnya terlarang?
Sejauh ini, saya tidak menemukan adanya rukhshah berkenaan dengan membuka aurat. Karena sekali lagi, menutup aurat bagi perempuan merupakan kewajiban yang mutlak meski kita menemui masih banyak muslimah malah membuka auratnya. Ini semua tergantung pada kadar keimanan dan ketaatan masing-masing muslimah. Yang jelas, apapun resiko dan kendalanya, usaha menutup aurat harus terus dilakukan sesuai kemampuan karena ini adalah urusan akhirat, bukan dunia semata.
Jika ada yang berpendapat bahwa rukhshah membuka aurat itu ada, maka harus ditelusuri lebih jauh kondisi Anda saat ini. Apakah kondisi tersebut sudah masuk ranah kemadharatan atau keterpaksaan yang membolehkan Anda melakukan yang dilarang? Masalah ini tentu memerlukan pembahasan yang lebih saksama.
Dalam hemat saya, saat ini Anda sedang diuji dalam menentukan pilihan, masa depan dunia atau kemuliaan ukhrowi. Jawabannya ada pada keimanan Anda sendiri. Ingatlah bahwa kenikmatan dunia ini sangatlah kecil dibandingkan akhirat. Masih banyak sekolah lain yang lebih baik dan mengizinkan siswanya berjilbab. Wallahu a’lam. []