KEBENARAN itu wajib diterima dari siapapun, selama terbukti secara ilmiyyah sebagai sebuah kebenaran. Tidak harus muncul dari “komunitas kita”, atau “ustadz kita”, atau “syaikh kita”, baru kita mau menerimanya. Karena parameter suatu kebenaran itu dalil, bukan “kelompok” atau “person” tertentu.
Ada sebuah ungkapan yang berbunyi:
انظر ما قال و لا تنظر من قال
“Lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan.”
Siapa yang hanya mau menerima apa yang disampaikan “ustadznya” atau “komunitasnya” saja, serta menghakimi apa yang ada di luar keduanya PASTI SALAH, dia telah terpeleset ke sebuah lembah yang bernama HIZBIYYAH.
BACA JUGA: Menuntut Ilmu atau Mengurus Keluarga?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- berkata :
وهذا يبتلى به كثير من المنتسبين إلى طائفة معينة في العلم أو الدين من المتفقهة أو المتصوفة وغيرهم، أو إلى رئيس معظَّم في الدين غير -النبي صلى الله عليه وسلم- فلا يقبلون من الدين رأيا ورواية إلا ما جاءت به طائفتهم، ثم إنهم لا يعملون بما توجبه طائفتهم، مع أن دين الإسلام يوجب اتباع الحق مطلقا من غير تعيين شخص غير النبي صلى الله عليه وسلم.
“Ini menimpa kebanyakan dari orang-orang yang menasabkan diri kepada komunitas tertentu dalam hal ilmu dan agama dari kalangan ahli fiqh atau tasawwuf dan selain mereka, atau kepada pimpinan yang diagungkan dalam agama – selain nabi -. Maka mereka tidak mau menerima agama baik berupa pendapat ataupun riwayat kecuali apa yang dibawa oleh kelompok mereka. kemudian sesungguhnya mereka tidak mengamalkan dengan apa yang diwajibka oleh kelompok mereka. Padahal, Islam mewajibkan untuk mengikuti kebenaran secara mutlak, tanpa membatasi orang tertentu selain nabi –shollallahu ‘alaihi wa sallam-.” [ Iqtidho’ Shirotol Mustaqim : 87 ].
Al-Allamah Muhammad Al-Amin Asy-Syanqithi –rahimahullah- berkata :
و نرجح ما ظهر لنا أنه الراجح بالدليل من غير تعصب لمذهب معين و لا لقول قائل معين. لأننا ننظر إلى ذات القول لا إلى قائله
“Dan kami merajihkan (menguatkan) apa yang tampak bagi kami sesungguhnya hal itu kuat dengan dalil, tanpa ta’ashshub (fanatik) dengan suatu madzhab tertentu dan suatu pendapat orang tertentu. Karena kami melihat kepada pendapat dan bukan kepada orangnya.” [ Adhwaul Bayan : 1/4 ].
BACA JUGA: Keistimewaan Khazanah Keilmuan: Imam Tirmizi
Al-Allamah Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullah- berkata :
من فوائد ذلك أن الأقوال التي يراد المقابلة بينها و معرفة راجحها من مرجوحها أن يقطع الناظر و المناظر النظر عن القاعلين. فإنه ربما كان ذكر القائل مغترا عن مخالفته و توجب له الهيبة أن يكف عن فول ينافي ما قاله. و هذا هو العدل و الإنصاف خلافا لمن يرى أن الحق لا يخرج عن اختيار إمامه و شيخه..
“Dari faidah hal itu, sesungguhnya berbagai pendapat yang diinginkan untuk diperbandingkan diantara pendapat-pendapat tersebut, dan (diinginkan) untuk diketahui yang kuat dari yang lemah, hendaknya orang yang berdiskusi dan di ajak diskusi memutus pandangan dari orang yang mengucapkannya. Karena, sering kali penyebutan nama orang yang mengucapkannya, telah memperdaya/menipu untuk menyelisihinya, dan mengharuskan adanya rasa enggan untuk berhenti dari sebuah pendapat yang meniadakan apa yang telah terlanjur dia ucapkan. Ini adalah sebuah bentuk keadilan, berlainan dengan seorang yang berpendapat, sesungguhnya kebenaran itu hanya keluar dari pilihan imamnya atau syaikhnya saja.” [ Al-Munadzorot Al-Fiqhiyyah : 68 ]. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani