Sedikitnya satu juta pelajar Palestina sudah kembali masuk sekolah di bulan Agustus ini. Namun tidak seperti di tempat-tempat lainnya, tak semua pelajar ini bisa sampai di sekolah mereka. Perlakuan tentara Zionis Israel yang sangat tidak berprikemanusiaan membuat mereka harus senantiasa berhat-hati dan bahkan mempertaruhkan nyawa.
Mereka yang sampaipun harus merasakan pahit getirnya perjalanan. Bahkan ada yang di sekolah tak menemukan kursi belajarnya.
Penjajahan, kemiskinan, infrastruktur yang rusak dan rapuh, tembok rasis, dan blokade Gaza adalah lima “penindasan” yang menghalangi pelajar Palestina dan lingkungan yang harusnya terpenuhi rasa nyaman, stabil dan aman.
Sekolah-sekolah di Palestina tidak seperti wajarnya sekolah-sekolah di dunia. Sebelum tiba di bangku sekolah, para pelajar harus melintasi berbagai rintangan dan kesulitan yang harus mereka kalahkan. Belum lagi prosedur politik yang ribet terkait dengan pemotongan gaji guru tetap di Gaza, ribuan guru lainnya dipaksa pensiun dini dan runtuhnya ekonomi kibat blokade Israel selama 11 tahun di Jalur Gaza.
Pelajar SD, Ahmad Badran dari Nablus, Tepi Barat misalnya, ia bermimpi indah setelah melihat film kartun. Ia berkhayal bisa naik bus sekolah, disambut gurunya di sekolah, memeluknya, menenangkannya. Namun semuanya berubah jadi mimpi buruk karena mengawali perjalanan pendidikannya di perlintasan “horror” yang dipasang Israel di semua tempat.
Dilarang Melintas
Ya, Ahmad yang sudah menyiapkan segala keperluan sekolahnya bersama ibunya harus menelan pil pahit. Israel menghalanginya ke sekolah.
Ibunda Ahmad menyatakan, “Israel merampas dan menghabisi mimpi anakku Ahmad. Karena Israel mencegat bus yang ditumpangi oleh pelajar kecil ini.
Guru kelas Ahmad menyatakan, bahwa Ahmad tidak menyerah. Ia bersama teman-temannya berusaha jalan kaki ke sekolah. Sayang, tembok rasis menghalangi mereka kedua kalinya.
Pemandangan Ahmad teman pelajar lainnya agaknya akan berulang setiap hari. Israel sadar warga Palestina terpelajar adalah penghambat paling berbahaya bagi proyek ekspansi permukimannya. Karena itu, Israel berusaha dengan berbagai cara menjadikan Palestina tetap bodoh.
Pelajar Tanpa Bangku
Dalam kasus lain, bocah pelajar Palestina Said Kamil dari Gaza juga tak kalah menderita dengan Ahmad. Said sudah tiba di sekolahnya namun tak menemukan bangku duduk. Sebab blokade yang berlangsung sejak 11 tahun telah mengubah Jalur Gaza menjadi wilayah yang tak layak bagi makhluk hidup.
Ia ke sekolah ditemani ayahnya yang selama bertahun-tahun harus menganggur dan hanya hidup dari sedekah dan paket bantuan dari lembaga sosial. Namun ayahnya tak menyerah atas situasi itu. Saya menolak sedekah berkali-kali. Namun akhirnya harus saya terima karena anak saya.
Komite Anti Blokade menyatakan, 80% warga Jalur Gaza mengandalkan hidup dari bantuan untuk menyanggga hidup mereka. []
Sumber: https://melayu.palinfo.com/news/2017/8/24/5-Kesulitan-Pelajar-Palestina-Ini-Tak-Ada-di-Tempat-Lain