PALESTINA–Selama 15 tahun mendekam di penjara, tidak mudah bagi Lina Jarbuni, seorang perempuan yang paling lama mendekam di penjara jajahan Israel. Perempuan tegar itu dijuluki rakyat Palestina sebagai “Jenderal Perempuan” atau “Ibu para tawanan wanita”.
Lina Ahmad Al-Jarbuni (43) akhirnya bebas pada 16 Apil 2017 (Minggu), kini ia bisa menghirup kembali udara Palestina dengan bebas. Lani membuktikan kepada dunia bahwa ‘malam gelap’ pasti akan berlalu walaupun besi mengurung mereka (penjara–red). “Pasti akan berakhir,” yakinnya.
Lina ditangkap Israel pada 18 April 2002 dan divonis penjara 17 tahun karena dakwaan berafiliasi dengan gerakan Jihad Islami (Hamas) untuk membantu martir Palestina melancarkan aksi serangan jihad melawan penjajah Israel.
Seharusnya, Lina bebas dalam pertukaran tawanan pada tahun 2011. Namun Israel menolak membebaskannya karena ia memiliki kartu identitas “biru” Israel.
Lina disiksa oleh tangan sipir Israel baik secara fisik maupun psikis dalam investigasi di Pusat Investigasi Jalmah selama 30 hari pertama. Bahkan, ia diisolasi secara pribadi, dilarang tidur, diikat dan digantung sebelum akhirnya divonis tahanan 17 tahun.
Sumber-sumber HAM menerangkan, Israel dengan sengaja membiarkan kondisi kesehatan Lina memburuk. Hingga saat ini, ia masih mengalami bengkak-bengkak di sekujur tubuhnya, rasa sakit di bagian kedua kaki dan kepalanya.
BACA JUGA:
Tentara Israel Larang Tawanan Palestina Shalat Jumat
Lebih dari 1.183 Pengungsi Palestina di Suriah Hilang
Tawanan Palestina Lanjutkan Aksi Mogok Makan
Di penjara Israel khusus wanita, Hasharon, Lina menjadi juru bicara para tawanan wanita Palestina. Hal itu memaksanya untuk belajar bahasa ibrani, selain mengajarkan menjahit dan membatik kepada tawanan wanita lainnya serta memberikan pelatihan lainnya seperti belajar ilmu fikih, tajwid dan tafsir.
Tawanan wanita bebas Mona Qa’dan pernah menyatakan, Lina adalah representasi tawanan-tawanan wanita Palestina sejak 11 tahun. Selama itu, dia menjadi penanggungjawab tawanan lainnya menghadapi dinas tahanan Israel.
Tak ada tawanan wanita manapun yang bisa berinteraksi langsung dengan Israel. Sehingga tawanan wanita Palestina lebih aman dari makar dan tipu daya Israel selain karena Lina memiliki kemampuan bahasa ibrani.
Karena itu, Lina juga harus mengetahui berbagai hal tentang kehidupan tawanan wanita Palestina di penjara Israel. Ia menjadi dokter bagi para tawanan Palestina terutama mereka yang sakit.
Menurut Qa’dan, Lina memiliki kepedulian berlipat terhadap tawanan wanita di bawah umur. Mereka diajarinya oleh Lina. Dia pula yang meneken dinas tahanan Israel agar tawanan wanita di bawah umur memiliki sekolah dua hari dalam sepeken untuk diajari pelajaran sekolah.
Di hari-hari lain, Lina mengajarkan mereka pelajaran agama, tafsir, sunnah, dan bahasa Ibrani.
“Dalam beberapa hari, Lina tidak kelihatan di ruangan tahanananya karena sibuk mengajarkan tawanan wanita di bawah umur, atau menjenguk, mengobati, dan memberikan jatah makanan. Bahkan Lina yang menyiapkan susu setiap jam 8 pagi kepada tawanan wanita di bawah umur.” Tegas Qa’dan.
Sebagai contoh, Lina adalah ibarat ibu bagi anak-anak/bayi yang dilahirkan di penjara sepertoi Yusuf Zaq, Bara Shabih, dan Aisyah Hudli. Sehingga Yusuf memanggilnya “mama”.
Di tahun 2015, Lembaga Al-Quds untuk Syuhada dan Asra menyematkan julukan “Woment Palestina of Year” wanita pertama Palestina tahun 2015 karena perjuangan dan ketegarannya di penjara Israel dan kepeduliannya terhadap tawanan wanita lainnya. []
Sumber:Pusat Informasi Palestina