JAKARTA — Lembaga Perlindungan Anak (LPA) memantau sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Menurut Direktur Eksekutif LPA Generasi, Enna Nurjanah, tak ada yang menolak sistem zonasi demi kebaikan siswa didik, namun yang perlu diperhatikan ialah jumlah sekolah di suatu wilayah yang tidak merata.
“Sekolah jenjang SLTP/SLTA jumlahnya dihampir semua wilayah Indonesia sangat minim. Apa yang menjadi program prioritas Kemendikbud terhadap kondisi ini?,” katanya melalui keterangannya Ahad (21/7/2019).
Ia meminta, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan koordinasi sekaligus pemantauan intensif dengan seluruh Pemerintah Daerah yang mewajibkan sistem zonasi. Tujuannya, agar ada peningkatan jumlah sekolah negeri demi pemerataan pendidikan bagi setiap anak.
BACA JUGA: Soal Kisruh PPDB, Pengamat: Dunia Menertawakan Pendidikan Indonesia
“Sistem zonasi yang katanya menghilangkan penggunaan SKTM (surat keterangan tidak mampu), pada kenyataannya masih digunakan sebagai salah satu cara masuk sekolah negeri,” ujarnya.
Enna menjelaskan, interpretasi yang beragam terhadap sistem zonasi memberi peluang besar bagi terbukanya ruang korupsi baru. Sebab, kenyataanya model zonasi di hampir banyak wilayah sangat bervariasi.
“Tidak persis seperti aturan permendikbud dengan persentasi 80 persen zonasi, 15 persen prestasi dan lima persen pindahan,” tuturnya.
Selain itu, Ena juga menyinggung persoalan ancaman Kekerasan fisik dan kejahatan seksual dalam dunia pendidikan yang masih terus terjadi. Ia menuturkan, melalui media sosial, begitu mudahnya publik melihat berita dan tayangan kekerasan yang dilakukan antar murid, atau antara guru dan murid.
BACA JUGA: Keluarkan Surat Edaran, Kemendikbud Lakukan Penyesuaian Kuota PPDB 2019
Padahal, Mendikbud sudah membuat regulasi tentang pencegahan dan penganggulangan kekerasan di sekolah yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015. Namun, hanya segelintir guru saja yang tahu tentang peraturan ini.
“Bila peraturan ini tidak dipahami oleh setiap elemen dalam dunia pendidikan, maka tidak ada gunanya peraturan ini sebagai alat bagi melindungi anak-anak Indonesia di sekolah,” ujarnya. []
REPORTER: RHIO