DUNIA seakan runtuh ketika dokter menyampaikan bahwa penyebab kelumpuhan sebelah yang dialaminya adalah tumor syaraf.
Wanita itu terdiam sesaat. Lalu dia bertanya: “Dokter, apakah saya akan selamanya lumpuh permanen dok? Adakah solusi untuk saya?”
Dokter menarik nafas, kemudian berujar, “Kita perlu mengangkat tumor ini dari syaraf agar syaraf bisa kembali bekerja. Karena tumor ini mengganggu kinerja syaraf. Itu kenapa Ibu merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuh Ibu karena semua sistem syaraf terganggu.”
“Gimana risikonya, dok?” tanya wanita itu lagi.
“Risiko. Tentu saja ini risiko besar, karena posisinya sudah ada yang di syaraf pusat. Tapi, akan kita usahakan yang terbaik, kalau Ibu percaya dengan tim kami,” tukas dokter. “Sebaiknya saya bicara dengan suami Ibu.”
“Tidak, dok… kalau ada yang harus menyampaikan berita ini, maka saya orang satu-satunya yang harus menyampaikan. Saya akan sampaikan begitu saya rasa suami saya siap mendengar ini semua.”
Dokter itu terdiam.
Kami terdiam cukup lama.
“Dokter, boleh saya minta perawat mengembalikan saya ke kamar perawatan? Saya perlu istirahat sejenak,” kata wanita itu.
Dokter pun mengizinkan dan perawat mengembalikan wanita itu ke kamar.
“Kenapa harus saya yang mengalami ini semua?
Kenapa saya? Bukankah ada banyak orang bergantung pada saya?
Kenapa saya? Begitu banyak hal yang saya cita-citakan belum terlaksana.
Kenapa saya?” Air matanya turun dengan deras.
Pagi itu, wanita itu meminta suaminya pergi ke kantor meninggalkan ia di kamar perawatan. Firasatnya mengatakan ada kabar buruk yang akan disampaikan dokter hari ini, ia khawatir ini akan meruntuhkan ketabahan suami dan keluarga besarnya. Walau dengan berat hati, suaminya menuruti kemauan istrinya yang memang sangat keras pribadinya. Dan ternyata hal itu terbukti.
Bukan sakit yang membuatnya menangis, bukan takut menjalani operasi yang membuatnya terisak. Tapi bagaimanakah orang-orang yang terkasih menerima cobaan ini? Sanggupkah mereka menjalani semuanya dengan iman, sabar dan keikhlasan yang terjaga? Karena ujian sakit ini bukan hanya ujian baginya, tapi juga orang-orang di sekelilingnya. Bukan kelumpuhan, yang ditakuti karena semua sudah ada takdirnya. Tapi kesiapan amalannya menghadapi kematian dan rasa cintanya yang besar pada orang-orang di sekelilingnya yang membuatnya khawatir. Bagaimana jika kesabaran, keikhlasan dan keimanan orang orang yang ia cintai tidak terjaga dengan ujian ini? Ia ingin menjadi kebahagiaan bagi mereka di dunia dan akhirat, bukan beban, bukan penderitaan apalagi perusak ibadah mereka.
Ia pejamkan mata dan menggenggam tepian tempat tidur dengan sebelah tangannya.
“Ya Allah, jika ini takdirku… maka ajarilah aku ikhlas menerimanya. Jika aku menjadi takdir ujian bagi orang-orang yang aku cintai, berkahilah mereka iman yang terus bertambah dari hari ke hari, walau harus kutebus dengan rasa sakit, asalkan mereka selalu menjadi kekasihMu. Karena aku tahu cintaMu lebih indah daripada cintaku. Maka buatlah mereka selalu berprilaku agar selalu meraih cintaMu… Jaga mereka untukku karena aku tahu Engkaulah sebaik-baiknya penjaga. Betapapun kucinta mereka, dan betapapun cinta mereka padaku, itu tidak akan indah bila tidak mencintaiMu. Jadikanlah semua ini menjadi sesuatu yang menambahkan cinta kami padamu.
“Ya Allah… berikan petunjukMu pada hatiku yang begitu gundah, agar ujian ini menjadi kebahagiaan bagi kami. Agar aku bisa menyampaikan kabar ini dengan hati yang tenang dan sabar. Hanya Engkaulah sebaik baiknya pemberi petunjuk yaa Rabb… Berikan walau hanya setitik saja terang dalam hatiku agar aku bisa menjalani semua ini dengan bahagia.”
Wanita itu menghela nafas panjang, berusaha menghentikan isaknya. Mungkin melanjutkan tilawah yang selama ini terabaikan bisa menenangkan hati yang gundah ini.
Sebelah tangannya meraih tombol memanggil perawat. “Suster… tolong saya, posisikan tempat tidur ke posisi duduk, lalu bantu saya lipat kedua kaki saya setengah. Kemudian di laci ada Al-Quran. Tolong diambilkan dan dibuka sesuai pembatas bukunya, lalu letakan di paha saya supaya saya bisa melanjutkan mengaji.”
Perawat pun melakukan apa yang dikatakan wanita itu.
Alquran pun dibukakan dan mata wanita itu tertuju pada surat yang seharusnya ia baca sebagai lanjutan dari tilawah terakhirnya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,” (2:155).
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa mushibah, mereka mengucapkan ( Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun) sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali,” (2:156).
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk,” (2:157).
Innalillahi wa Innalillahi Roji’un… Astaghfirullah… ampuni hambaMu yang telah diliputi rasa ketakutan hingga melupakan bahwa setiap ujian adalah kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar, bagi orang-orang yang mengingatMu…
Terima kasih atas petunjukMu, atas jawaban rintihan doaku. Maka hilanglah sudah gundahku dan ini semua membuatku semakin MencintaiMu.
Tidak ada alasan berkeluh kesah, tidak ada kesempatan merasa merana, tidak ada beban yang begitu beratnya menimpa, jika kita ingat balasan atas kesabaran kita adalah Surga… InsyaAllah…
Malam itu, senyum mengembang ketika suaminya tiba di ruangan.
“Gimana kata dokter?” tanya suaminya.
“Alhamdulillah kita diberi Allah ujian. Lumpuh ini karena tumor syaraf, akan segera dioperasi, InsyaAllah pertolongan Allah akan datang. Jadi tidak perlu risau, tidak ada yang perlu ditakuti, tidak perlu bersedih, karena Allah bersama kita,” katanya sambil tersenyum.
Wanita itu menangkap ada kaca bening di bola mata suaminya tercinta. Tapi dia tetap tersenyum. “Ayo bilang Alhamdulillah…” ajak wanita itu.
Suaminya berkata lirih… “Alhamdulillah…”
Dalam hidup kita pasti pernah melampaui ujian demi ujian. Kadang kita merasa hidup penuh himpitan. Seolah-olah beban dan ujian yang datang pada diri kita lah ujian yang terberat. Seolah-olah, kita adalah manusia yang begitu menderita. Padahal sesungguhnya Allah berusaha memberikan kabar gembira agar bersabar dan agar kita selalu mengingatNya. Di luar sana ada banyak orang kelaparan, ada orang yang di beri tumpukan masalah kehidupan, ada orang yang merintih kesakitan, tapi mereka tetap ingat bahwa balasan berkah yang sempurna dari rahmat Allah tidak akan sebanding dari apa yang dirasakan.
Mari bersyukur dan berbahagia. []