Oleh: Ernydar Irfan
“MA… Aku gak mau pulang, Ma… Males ada Papa…” rengek anaknya.
“Gimana sih kamu ini? Papa kan jarang di rumah… Mumpung di rumah main sama papa…” kata ibunya sambil asyik memilih telur.
“Maa… Papa itu gak mau main sama aku… Papa itu asyik sama HP-nya aja. Papa gak mau punya anak aku.. Pengennya punya anak HP.
“Papa Itu gak mau nanti kalau meninggal didoain sama anak yang shalih… Maunya didoain sama HP yang shalih. Buktinya papa bukan ngajarin aku jadi anak shalih … Malah bangun tidur pegang HP, abis shalat pegang HP,” celotehnya sambil menggosok-gosok punggungnya di pegangan trolley.
“Mas.. .. berisik ah… Ngomong apaan sih…” kata ibunya.
“Maaa…maa… Gimana kita ganti aja papa-nya? Kan mama juga suka dicuekin papa kalau papa lagi mainan HP kan? Iya kaaan? Ganti Maa papanya…”
“Massss!” teriak ibunya. Diletakan telur yang telah dipilih. “Pulang kita!”
Sang ibu menarik anaknya…. Saya cuma bisa tahan nafas… Antara menahan tawa atas kepolosan anaknya, dan prihatin betapa depresinya anak itu…
Pak, letakanlah HP-mu ketika di rumah. Shalihkan anakmu, agar matimu didoakan anak yang shalih… HP-mu takkan mendoakanmu. Saya jamin itu. []