RASLULLAH SAW sangat mewasiatkan umatnya untuk tetap menjaga hubungan dan melanggengkan silaturahim. Selain berpahala, silaturahim juga memiliki keutamaan lain seperti bisa meluaskan rezeki, memperpanjang umur dan bisa mengantarkan seseorang ke surga.
Dalam persfektif Islam terdapat tiga macam silaturahim:
1. Silaturahim Umum, yaitu silaturahim karena kesatuan agama. Silaturahim ini wajib dilakukan dengan menunaikan hak dan kewajiban baik yang bersifat fardhu atau anjuran (sunnah). Silaturahim ini dilakukan dengan cinta dan kasih, saling menasehati, amar makruf nahi munkar dan lain-lain.
2. Silaturahim Khusus, yaitu silaturahim kepada kerabat, ibu bapak, saudara kandung, kakek nenek, paman, cucu dst. Silaturahim ini dilakukan dengan memberikan perhatian kepada mereka, membantu moril dan materil, santun dan semua sikap yang memberikan pencerahan dan kemaslahatan mereka.
BACA JUGA: Ketika Silaturahim Seolah Tabu
3. Silaturahim dengan kerabat non muslim, dengan cara memberikan kebajikan dan bersikap ihsan. Suatu saat Asma binti Abu Bakar memperoleh hadiah dari ibunya Qatilah, namun Asma menolak hadiah tersebut karena ibunya masih musyrik. Melihat kejadian ini Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw. Kemudian turunlah ayat 8 surat al-Mumtahanah (Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil).
Lebih tegas lagi Allah menyatakan, bahwa kebaikan dan kesejukan Islam hendaknya dirasakan oleh seluruh alam semesta, tidak hanya oleh umat Islam sendiri, tidak hanya oleh umat manusia saja, tetapi seluruh alam semesta merasakan dan memperoleh kebaikan dan air kesejukan Islam.
Bentuk-bentuk dan Buah Silaturahim
Bentuk-bentuk silaturahim banyak sekali, yang pada intinya semua aktifitas yang membuat hubungan kita dengan orang lain intim dan harmonis, dan juga mampu menghilangkan kebencian dan permusuhan satu sama lain.
Bentuk-bentuk tersebut antara lain: menyantuni, membantu, menanyakan keadaannya, saling berkunjung, memaafkan kesalahan dan kekhilafan, mengingatkan, menerima dan memberi nasehat, menyenangkan hati, memenuhi permintaannya, meringankan kesulitannya dll.
Bentuk-bentuk tersebut jika dilakukan secara terencana dan efektif, artinya silaturahim itu dilakukan dengan niat dan tekad serta motivasi bersih, juga dilakukan dengan cara terprogram dengan baik, sehingga tidak terkesan emosional. Hal ini penting karena silaturahim merupakan syariat Islam yang mesti direalisasi dengan ihsan (baik), agar memberikan dampak dan hasil yang baik pula.
Dengan silaturahim diharapkan perolehan keberkahan dalam rizki dan umur dalam ketaatan. Silaturahim menumbuhkan kasih saying antar sesama, karena dengan silaturahim perkenalan terjalin, saling tukar pikiran , tukar pengetahuan dan pengalaman, saling menasehati dan mengingatkan, membantu saat kesulitan dst. Akhirnya silaturahim yang efektif dan kontinyu akan melahirkan kesatuan yang dimulai dengan kesatuan hati, kesatuan pemikiran, sehingga mewujud kesatuan sikap dan kerja-kerja konstruktif dan produktif.
BACA JUGA: Berkah Silaturahim kepada Orangtua
Hati adalah panglima bagi anggota badan lainnya yang siap memposisikan sebagai prajurit melakukan sesuai dengan perintah panglima. Hati adalah sumber gerak dan motivasi. Seperti yang diisyaratkan Rasulullah saw dalam sabdanya: “Ketahuilah dalam jasad adalah segumpal daging, jika ia baik maka akan baik pula seluruh anggota badan, tetapi jika segumpal daging itu rusak maka seluruhnya akan menjadi rusak, ketahuilah segumpal daging tersebut adalah KALBU.”
Karenanya, hasil positif dari syariat silaturahim sangat tergantung pada kebersihan hati, kejernihan kalbu, ketulusan niat para pelaku syariat ini. Karenanya pula Rasululllah saw mengaitkan perintah silaturahim dengan kesempurnaan iman kepada Allah dan Hari Akhir dalam sebuah haditsnya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hormati tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hubungkan silaturahim. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diam” (HR. Bukhari Muslim). []
SUMBER: IKADI