SAAT kecil, diriku suka main kelereng, gangsing, jepret karet, hingga bentengan. Itu sangat luar biasa membahagiakan, berkompetisi dengan keahlian. Melalui permainan itu, aku jadi banyak teman.
Lima belas tahun telah berlalu, permainan itu sudah mulai tinggalkan. Anak-anak zaman sekarang kalau ditanya main apa yang mengasyikkan? Jawabnya, “Main Cewek” bukankah ini sangat menyedihkan.
Umur masih belum genap lima belas tahunan. Kelakuan sudah sangat menguatirkan. Baju Sekolah Dasar saja masih belum ditanggalkan, sudah mengaku pernah pacaran. Zaman dulu kami berlomba banyak teman, anak sekarang berlomba banyak mantan.
Semakin banyak mantan, semakin besar rasa kebanggaan. Padahal dirinya juga sudah seperti barang rongsokan. Kalau saja ada pembuangan penebar mantan, sang bocah yang suka “main cewek” pasti sudah dicampakkan. Daripada kebusukan perilakunya menular pada yang lain hingga sukar dikendalikan.
Tetapi sayangnya itu tidak memungkinkan. Parahnya, sinetron televisi juga banyak yang menjijikkan. “Ganteng-Ganteng Sering Gila” hanyalah satu dari sekian banyak yang demikian. Adegan pacaran, ciuman dan perkelahian jadi barang jualan. Parahnya Lembaga Sensor Film membiarkan penayangan. Sangat bobrok sekali kalau film sampah dengan mudahnya disaksikan.
Aku rindu masa kecil bermain bersama teman-teman. Kalah menang semua membawa semangat keceriaan. Tidak seperti anak zaman sekarang yang dipenuhi kegalauan. Masih kecil sudah paham cinta-cintaan. Please deh, itu sungguh sebenar-benarnya salah satu tanda zaman semakin edan! []
Arief Siddiq Razaan, 19.09.2015