Oleh: NS Risno
Ada rame-rame, orang sakit jiwa lagi mengamuk, membuat orang orang pada gaduh. Rasulullah lewat lalu bertanya.
“Ada apa ini?”
“Ya Rasulullah, ini ada orang majnun lagi mengamuk,” jawab salah seorang diantara mereka.
“Tidak, ia tidak majnun, tapi mushaabun (orang yang lagi ditimpa musibah penyakit).”
Lalu beliau bertanya, “Tahukah engkau siapa orang itu?”
“Hanya Allah dan Rasulnya yang tahu,” jawab mereka.
Kemudian Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya yang dikatakan majnun itu adalah mereka yang berjalan dengan sombong, yang melihat orang lain dengan pandangan merendahkan, yang senantiasa membusungkan dada, yang mengharapkan surga tapi senantiasa melakukan maksiat, yang keburukanya membuat orang lain merasa tidak aman, yang kebaikanya tidak pernah diharapkan orang lain.”
Jadi, menurut Nabi kita, orang yang biasa kita sebut sebagai orang gila itu bukan orang majnun tetapi orang mashabun. Yakni orang yang lagi kena musibah sakit, terhalang akal sehatnya sehingga menyebabkan akalnya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Sedangkan yang disebut majnun menurut sang Nabi pamungkas ini adalah orang yang sehat jasmaninya, sehat akalnya, akalnya tidak terhalang oleh penyakit namun tidak dapat befungsi sebagaimana seharusnya.
Ini bisa dilihat dari sikap dan perilaku orang tersebut, yakni pertama bersikap sombong. Merasa paling benar sendiri, paling sholih sendiri, paling bisa sendiri dan menganggap orang lain remeh dan rendah.
Kedua, berharap masuk surga. Kemana-manapun koar-koar bahwa dirinya dan kelompoknyalah yang ahli surge, namun sikap dan perilakunya justru penuh maksiat dan dosa.
Ketiga, orang lain merasa tidak aman dan nyaman atas sikap dan perilakunya. Bahkan karena banyaknya keburukan yang ada padanya, sampai-sampai kebaikanya pun tidak pernah diharapkan lagi oleh orang lain.
Dan yang jelas, di akhirat nanti orang yang kondisinya mushaabun tidak akan dihisab Allah, tidak berlaku baginya dosa. Apa yang dilakukan selama ke mashabunanya, tidak akan dimintai pertanggungjawaban.
Sedangkan orang majnun tetap akan dihisab, berlaku baginya dosa-dosa dan akan di mintai pertanggungjawaban atas kemajnunanya. Wallahu a’lam. []
Magetan,September 2017