HARTA haram merupakan salah satu jalan tertutupnya pintu-pintu kebaikan. Sudah seharusnya umat muslim paham betul mana yang dihalalkan dan diharamkan oleh syariat.
Sayangnya, tak semua umat muslim mendapatkan hartanya dengan cara yang halal. Tak sedikit para orang tua yang menghidupi keluarganya dengan harta haram. Lalu bagaimanakah Islam memandang hal tersebut?
Para ulama menjelaskan bahwa memakan harta orang tua yang berpenghasilan yang haram, maka perlu dirinci sebagai berikut:
Pertama. Jika seluruh sumber pendapatan berasal dari penghasilan yang haram, maka tidak boleh anak menikmati penghasilan tersebut jika ia mampu untuk bekerja baik penghasilannya berasal dari harta haram seluruhnya atau mayoritasnya.
Kedua. Jika anak dalam keadaan terpaksa memanfaatkan penghasilan orang tua dan tidak ada cara lain untuk mencukupi kebutuhan anak, maka tidaklah mengapa memakan harta seperti itu dan dosa ketika itu untuk orang tuanya saja.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 173).
Yang dimaksud keadaan darurat di sini adalah menurut sangkaan seseorang bisa binasa atau tidak bisa memikul kesulitan. Keadaan darurat boleh membolehkan sesuatu yang diharamkan, namun sesuai kadarnya. Dalam ilmu kaedah fikih disebutkan, Setiap larangan boleh diterjang saat darurat. Namun sekadar yang dibutuhkan untuk menghilangkan darurat.
Artinya jika mengkonsumsi harta dari penghasilan haram tadi sudah menghilangkan bahaya atau mendapati penggantinya, maka memakan yang haram tadi dijauhi. []
Sumber : rumahsyo