“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” (Abasa 24)
DI dalam Al Quran, kata “makanan” dan kata turunannya dalam bentuk yang lain berulang sejumlah 48 kali. Sebagai kata kerja (memakan) tertulis 109 kali, dan sebagai kata perintah—makanlah—tertulis 27 kali. Hal ini memberikan makna bahwa makanan adalah hal yang perlu sangat diperhatikan oleh manusia
“Tell me what you eat and I will tell you what you are”, Anthelme Brillat-Savarin (1826). Pernyataan ini disinyalir yang menjadi sumber dari frasa “you what you eat”. Frasa ini kemudian semakin terkenal seiring dengan perubahan pola hidup dan pola makan. Frasa “Kita adalah apa yang kita makan”, sering dikaitkan dengan fisik/kesehatan saja. Seperti gorengan dan daging yang identik dengan kolesterol, sayuran dengan kesehatan, yogurt dengan umur panjang, dan lainnya. Masih jarang yang mengaitkan hubungan makanan yang dikonsumsi dengan perilaku.
Lalu apa dan bagaimana makanan yang cocok untuk dikonsumsi? Di dalam Surat Al-Baqarah:168 dan Al-Maidah:88, makanan layak konsumsi adalah makanan yang halal dan baik. Secara bahasa, halal berasal da¬ri kata hill yang artinya terlepas, terbe¬bas (lawan kata dari terikat). Makanan halal adalah makanan yang bebas untuk dikonsumsi. Makna “baik” dapat dipahami lebih luas dari sisi kualitas dan kuantitas, yang meliputi teknik pengolahan, pola konsumsi harian, status gizi dan kesehatan, serta attitude dan teknik ketika menyiapkan dan memakannya. Semua harus memenuhi unsur “baik” sehingga makanan menjadi layak konsumsi.
BACA JUGA: Ibu Disebutkan 3 Kali daripada Ayah, Kenapa?
Konsep makanan halal dan baik juga dapat ditemukan detail pada keseharian Muhammad SAW dalam hadits-haditsnya, mulai dari tidak meniup makanan yang panas, memakan dengan minimal hitungan kunyahan tertentu, tidak makan sambil berdiri, dan masih banyak yang lainnya.
Secara umum, fungsi makanan adalah sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan, menjaga kondisi tubuh terhadap penyakit, serta menjadi sumber energi. Makanan yang baik adalah makanan yang kaya nutrisi dari sisi karbohidrat, protein serta serat alami.
Karbohidrat akan digunakan sebagai sumber energi, protein berguna untuk mengoptimalkan metabolisme tubuh, dan serat alami akan memaksimalkan proses penceranaan dan penyerapan nutrisi.
Lalu bagaimana makanan yang dikonsumsi setiap hari dapat memengaruhi perilaku seseorang?.
Dalam ilmu genetika, suatu penampakan phenotype (fisik dan perilaku) akan dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan. Faktor genetis adalah cetakan dasar yang didapatkan oleh masing-masing individu dari orang tuanya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi yang sangat kompleks. Kompleksitasnya karena bukan hanya lingkungan dalam artian tempat hidup saja, namun terdiri dari pola preferensi dan konsumsi makan, pergaulan dalam keseharian serta aktivitas rutin yang dilakukan.
Gabungan faktor genetis dan lingkungan tersebut akan menjadi penggerak terbesar dari perilaku manusia dalam kesehariannya.
Perilaku manusia merupakan hasil dari apa yang dipikirkan di dalam otak. Dapat dipastikan bahwa secara normal, semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia dimulai dari otak. Organ otak sendiri terdiri dari beberapa bagian, seperti sistem limbik yang merupakan bagian otak terbesar. Limbik berfungsi sebagai pusat emosi dan memori manusia. Istimewanya, otak manusia mempunyai bagian khusus yang disebut prefrontal cortex (PFC).
PFC terletak di bagian depan dan dikenal berfungsi sebagai “alat pengendali eksekutif” dari perilaku manusia. PFC ini adalah bagian otak yang hanya dimiliki oleh manusia saja. Anugrah terbesar dari mahluk ciptaan Allah yang tidak dimiliki oleh binatang. Otak yang bagus mempunyai PFC yang sehat. PFC sehat dapat menjaga emosi/kinerja sistem limbik dalam taraf wajar dan terkendali. PFC sehat akan membuat manusia dapat berperilaku secara benar dan terkontrol. PFC sehat akan mengontrol fungsi limbik sebagai pusat emosi.
Dan akhirnya, emosi yang dihasilkan akan mempengaruhi setiap keputusan/tindakan yang diambil oleh manusia. Kinerja bagian-bagian otak tersebut sangat ditentukan oleh jenis dan kuantitas dari beberapa hormon yang berperan sebagai neurotransmiter (pembawa sinyal di otak).
Seorang ahli gizi, France Bellisle dalam publikasi ilmiahnya tahun 2004 di British Journal of Nutrition, menyebutkan bahwa makanan dapat memengaruhi kemampuan dan perilaku kognitif baik secara langsung atau pun dalam jangka yang lebih panjang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim dari MIT, mengungkap hubungan antara konsumsi nutrisi dengan produksi dan jenis neurotransmiter di otak.
Nutrisi yang dikonsumsi sejatinya dapat berupa bahan dasar dari senyawa neurotransmiter. Sebagai contoh, asam amino tripthopan yang banyak ditemukan di daging, ayam, dan ikan adalah bahan dasar dari serotonin salah satu hormon yang dapat merangsang untuk tidur serta dapat pula berfungsi sebagai anti-depresi. Demikian pula percobaan yang mengamati pola konsumsi kafein pada anak-anak. Hasilnya anak-anak yang terbiasa dengan konsumsi kafein terlihat lebih aktif, lebih mudah marah, serta mudah frustrasi.
Contoh di atas adalah dampak pola makan yang secara langsung terkait dengan asupan nutrisi. Fakta lainnya adalah bahwa saluran cerna manusia juga merupakan tempat tinggal koloni bakteri—baik jahat maupun baik (mikrobiom)—yang membantu proses cerna dan absorbsi nutrisi. Bakteri baik seperti probiotik dibutuhkan oleh tubuh, sehingga jumlahnya harus lebih banyak dibandingkan dengan bakteri jahat.
Komposisi mikrobiom di dalam saluran cerna seseorang akan menentukan jenis dan komposisi senyawa hormon yang dihasilkan yang akhirnya akan mempengaruhi pola perilaku hariannya.
Pemilihan makanan merupakan faktor krusial yang akan menentukan komposisi mikrobiom. Makanan yang halal dan baik, akan menjaga keseimbangan komposisi mikrobiom dalam tubuh pada tahap menguntungkan. Sedangkan asupan nutrisi yang tidak bagus akan menyebabkan sebaliknya. Keseimbangan metabolisme terganggu, produksi hormon terganggu, dan dapat pula berujung pada organ-organ yang terganggu.
Ketika mikrobiom di dalam saluran cerna mengalami perubahan, maka senyawa yang dikeluarkan dapat mengganggu proses dan cara kerja otak. Contoh sederhana, sakit perut karena makanan, akan menyebabkan perut “mengirim” sinyal dalam bentuk senyawa melalui jaringan syaraf ke otak yang menyebabkan terjadinya kecemasan bahkan depresi. Jadi runutannya adalah Segala apa yang kita makan, akan mempengaruhi hormon yang dihasilkan.
BACA JUGA: Mengapa Ibu Disebut 3 Kali dan Ayah 1 Kali? Sebuah Renungan dari Sisi Ilmiah
Hormon yang dihasilkan dan berperan sebagai neurotransmitter (pengirim sinyal ke otak), akan berpengaruh pada kinerja otak, dan kinerja otak akan menentukan aksi seperti apa yang dilakukan oleh seseorang. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang halal dan baik sudah pasti akan mempertahankan populasi mikrobiom dalam keseimbangan yang bagus dan menguntungkan bagi tubuh.
Kemudian, hormon yang dihasilkan pun dalam komposisi yang tepat bagi manusia untuk tetap dapat berperilaku normal dan terkontrol. Pola konsumsi makanan yang halal dan baik, akan memastikan neurotransmiter yang dihasilkan selalu dalam jenis dan jumlah yang tepat untuk mendukung perilaku sebagai manusia mulia. Perilaku manusia yang terkontrol menjadi pembeda antara manusia dengan binatang. Dalam aktivitas yang lebih halus, perilaku manusia normal dan terkontrol tersebut adalah wujud dari kinerja neurotransmiter di dalam PFC yang hasilnya adalah dapat mengendalikan nafsu dan emosi, sehingga manusia selalu dapat menghindari dirinya dari perbuatan negatif.
Kinerja PFC yang dapat mengatur emosi hanya diperoleh dari keseimbangan neurotransmiter yang pas di dalam tubuh. Dan keseimbangan neurotransmiter yang pas tersebut hanya didapatkan dari konsumsi makanan yang halal dan baik.
Sehingga, benar adanya bahwa makanan akan menentukan perilaku. Dan kita dapat membuktikannya secara ilmiah. []