ALLAH SWT telah memberi tahu kita bahwa sebagian yang di langit dan di bumi tidak mati ketika makhluk-makhluk lain, di langit dan di bumi mati. “Dan ditiuplah sangkakala, maka ‘tersambar’ (kematian) semua yang di langit dan yang di bumi kecuali yang Allah kehendaki,” (QS. az-Zumar: 68).
Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang Allah kecualikan dalam firman-Nya “kecuali yang Allah kehendaki.”
BACA JUGA: Makkah akan Terus Menjadi Tanah Mulia hingga Hari Kiamat
Ibn Hazm berpendapat bahwa mereka adalah seluruh malaikat. Menurut keyakinannya, malaikat adalah roh yang tidak ada roh lagi di dalamnya, sehingga mereka pada dasarya tidak mati.
Pendapat ini tidak dapat diterima, karena malaikat adalah makhluk Allah juga, yang dipelihara dan dikuasai oleh Allah juga. Allah menciptakan mereka, dan Allah mampu mematikan dan menghidupkan mereka. Dalam hadits shahih diriwayatkan dari Nabi SAW tanpa kesamaran dan oleh lebih dari satu sahabat bahwa beliau bersabda, “Jika Allah menyampaikan wahyu, maka malaikat akan menerimanya sampai seperti pingsan.” Dalam riwayat lain, “Jika malaikat mendengar kalam-Nya, mereka hilang kesadaran.” Dalam hadits ini diberitakan bahwa malaikat mengalami pingsan. Jika demikian, mereka pun dapat mengalami kematian.
Muqatil dan lainnya berpendapat bahwa mereka adalah Jibril, Mika’il, Israfil, dan malaikat maut. Sebagian ulama menambahkan para malaikat pembawa ‘Arasy.
Keabsahan pendapat ini tergantung pada hadits-hadits yang mereka riwayatkan. Nyatanya, para ulama hadits tidak menganggap shahih hadits-hadits seperti itu.
Imam Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa yang dikecualikan itu adalah bidadari dan anak-anak muda di syurga. Abu Ishaq ibn Syaqilan, seorang pengikut Mazhab Hanbali, dan Adh-Dhahhak ibn Muzahim menambahkan penjaga surga dan neraka serta ular dan kalajengking yang ada dalam neraka.
Ibn Taimiyyah mengatakan, “Yang dikecualikan itu adalah bidadari yang ada di syurga, karena di dalam syurga tidak ada kematian.”
Abu al-‘Abbas al-Qurthubi, penulis al-Mufhim ila Syarh Muslim, berpendapat bahwa yang dikecualikan itu adalah seluruh mayat (yang sudah mati lebih dahulu-pen), karena mereka tidak memiliki rasa sehingga mereka pun tidak merasa terkena sambaran.
Pendapat Abu al-‘Abbas benar jika kita menafsirkan “tersambar” (sha’iqa) dalam ayat tersebut dengan mati, karena manusia hanya mati satu kali. Allah SWT berfirman, “Di sana mereka tidak merasakan mati selain kematian yang pertama (di dunia).”
Ibn Qayyim, dalam bukunya ar-Ruh, menulis satu bab khusus yang menjelaskan perbedaan pendapat ulama tentang kematian roh saat tiupan sangkakala. Pendapat yang dipilih Ibn Qayyim sendiri ialah bahwa kematian roh berarti terpisahnya dan keluarnya roh dari jasad. Ia menolak pendapat bahwa kematian roh berarti binasa dan musnahnya roh, karena nas-nas menunjukkan bahwa roh hidup di alam barzakh, dalam keadaan disiksa atau pun mendapat nikmat.
Bila kita menafsirkan “tersambar” itu dengan pingsan, maka roh (dari orang yang sudah mati-pen) pun terkena sambaran dengan arti ini, sehingga tidak masuk dalam kategori yang Allah kecualikan. Manusia, ketika mendengar atau melihat hal yang menakutkan, bisa jatuh pingsan, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Musa AS ketika melihat gunung terlempar dari tempatnya.
Arti ini terdapat secara jelas dalam beberapa nas. Dalam hadits Abu Hurairah riwayat Bukhari, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jangan kalian unggulkan aku atas Musa, karena seluruh manusia akan tidka sadarkan diri, dan aku orang pertama yang sadar, namun ternyata Musa telah berada di samping ‘Arasy. Aku tidak tahu apakah ia termasuk yang tidak sadar lalu sadar sebelum aku atau termasuk yang Allah kecualikan.”
BACA JUGA: 7 Golongan Orang yang Akan Mendapat Perlindungan Allah SWT di Hari Kiamat
Bukhari juga meriwayatkan dari Abu Hurairah dengan lafal, “Aku adalah orang pertama yang mengangkat kepala (bangun) setelah tiupan terakhir, dan ternyata aku melihat Musa bertengger di ‘Arasy. Aku tidak tahu apakah ia sudah begitu sejak sebelumnya atau setelah tiupan.”
Di tempat lain Bukhari juga meriwayatkan dengan lafal, “Manusia pada hari kiamat tidak sadarkan diri. Aku kemudian menjadi orang pertama yang sadar, dan ternyata Musa sudah berada di sisi ‘Arasy. Aku tidak tahu apakah ia termasuk yang sadar sebelum aku atau termasuk yang Allah kecualikan.”
Hadits ini jelas menyatakan bahwa orang-orang mati pun terkena sambaran (pingsan). Apabila Rasulullah SAW saja, yang merupakan penghulu para rasul, tidak sadarkan diri, maka yang lain apalagi. []