Oleh: Ustaz Salim A Fillah
DI antara makna rizqi adalah segala yang keluar masuk bagi diri dengan anugrah manfaat sejati. Nikmat adalah rasa yang terindra dari sifat maslahatnya.
Kasur yang empuk dapat dibeli, tapi tidur yang nyenyak adalah rizqi. Ia dapat saja terkarunia di alas koran yang lusuh, dan bukan di ranjang kencana yang teduh.
Hidangan yang mahal dapat dipesan, tetapi lezatnya makan adalah rizqi. Ia dapat saja terkarunia di wadah daun pisang bersahaja, bukan di piring emas dan gelas berhias permata.
Ada yang bergaji 100 juta rupiah setiap bulannya, tapi rizqinya tak sebanyak itu. Sebab ketika hendak meminum yang segar manis dan mengudap kue legit, segera dikatakan padanya, “Awas Pak, kadar gulanya!” Ketika hendak menikmati hidangan gurih dengan santan mlekoh dan dedagingan lembut, cepat-cepat diingatkan akannya, “Awas Pak, kolesterolnya!” Hatta ketika sup terasa hambar dan garam terlihat begitu menggoda, bergegaslah ada yang menegurnya, “Awas Pak, tekanan darahnya!”
Uang yang dia himpunkan dari kerja kerasnya, amat banyak angka nol di belakang bilangan utama, disimpan rapi di Bank yang sangat menjaga rahasia, jika dia mati esok pagi, jadi rizqi siapakah kiranya? Apa yang kita dapat dari kerja tangan kita sendiri dan kita genggam erat hari ini, amat mungkin bukan hak kita. Seperti hartawan yang mati meninggalkan simpanan bertimbun.
Mungkin itu mengalir ke ahli warisnya, atau bahkan musuhnya. Allah tak kekurangan cara untuk mengantar apa yang telah ditetapkanNya pada siapa yang dikehendakiNya.
Rizqi sama sekali bukan yang tertulis sebagai angka gaji.
Ada pula lelaki bersahaja yang tak mampu membeli mobil sepanjang hidupnya. Tapi sungguh Allah menetapkan bahwa rizqinya adalah naik mobil ke mana-mana. Maka para tetangga selalu berkata bergiliran padanya, “Mas, tolong hari ini pakai mobil saya untuk kegiatannya ya. Saya senang kalau Mas yang pakai.
Rasanya berkah buat kami.” Dan pemilik mobil pergi bekerja ke kantornya dengan mengayuh sepeda. Sebab itulah yang disarankan dokter padanya.
Jadi, tetaplah bersyukur dengan apa yang kamu miliki saat ini, karena dengan bersyukur kamu telah memaniskan segala kepahitan hidupmu. []