MASALAH bolehnya melafadzkan nait, seakan identik dengan madzhab Syafi’i saja. Padahal tidak demikian faktanya. Dalam madzhab Hambali pun, malafadzkan niat merupakan perkara yang masyhur dan tercantum dalam kitab-kitab induk madzhab.
Di antara contohnya, apa yang dinyatakan oleh Imam Al-Bahuthi Al-Hambali –rahimahullah- (wafat : 1051 H) dalam kitab “Kasysyaful Qina’ ‘ala Matnil Iqna’ “ juz 1 hlm. 267 beliau berkata:
وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ وُجُوبًا وَاللِّسَانُ اسْتِحْبَابًا عَلَى مَا تَقَدَّمَ
“Niat, tempatnya di hati secara wajib, dan di lisan secara anjuran sesuai dengan apa yang telah berlalu keterangannya.” –selesai penukilan- (lihat gambar no : 1).
BACA JUGA: Cara Niat yang Ikhlas dalam Beramal
Dalam kitab madzhab Hambali yang lain, yaitu kitab “Mathalibu Ulin Nuha fi Syarhi Ghayatul Muntaha” juz 1 hlm. 395 disebutkan:
وَمَحَلُّهَا أَيْ النِّيَّةُ ( القَلْبُ ) وُجُوْبًا وَ اللِسَانُ إِسْتِحْبَابًا
“Dan tampatnya, maksudnya niat di hati secara wajib, dan di lisan secara anjuran.” –selesai penukilan- (lihat gambar no : 2).
Pada dua nukilan di atas, melafadzkan niat bukan hanya perkara yang boleh,bahkan merupakan perkara yang mustahab (dianjurkan ). Hal ini selaras juga dengan madzhab Syafi’i. Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata:
النِّيَّةُ الْوَاجِبَةُ فِي الْوُضُوءِ هِيَ النِّيَّةُ بِالْقَلْبِ وَلَا يَجِبُ اللَّفْظُ بِاللِّسَانِ مَعَهَا: وَلَا يجزئ وحده وان جمعها فَهُوَ آكَدُ وَأَفْضَلُ هَكَذَا قَالَهُ الْأَصْحَابُ وَاتَّفَقُوا عَلَيْهِ
“Niat yang wajib di dalam wudhu’, adalah niat di dalam hati tidak wajib melafadzkannya dengan lisan dan tidak cukup sekedar (melafadzkannya) saja. Jika seorang mengabungkannya (antara niat di dalam hati dan melafadzkannya), maka hal itu lebih kuat dan lebih afdhal (lebih utama). Demikianlah dinyatakan oleh para ulama’ Syafi’iyyah dan mereka sepakat atas hal ini.”[Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 1/316].
Kami sengaja menukilkan sebagian ucapan ulama’ madzhab Hambali, karena madzhab ini menjadi pilihan sebagian besar teman-teman dari komunitas salafy di Indonesia. Disamping itu, untuk membuktikan bahwa masalah bolehnya melafadzkan niat bukanlah sebuah pendapat yang hanya dimonopoli oleh madzhab Syafi’i saja, akan tetapi juga ada di madzhab Hambali, bahkan menjadi pendapat jumhur ulama’ (mayoritas ulama’). Asy-Syaikh Prof.Dr. Wahbah Az-Zuhaili –rahimahullah- berkata:
ومحل النية: القلب، ولا تكفي باللسان قطعاً، ولا يشترط التلفظ بها قطعاً. لكن يسن عند الجمهور (غير المالكية) التلفظ بها، والأولى عند المالكية ترك التلفظ بها.
BACA JUGA: Salah Niat, Salah Alamat
“Tempat niat di dalam hati. Tidak cukup dengan lisan saja secara pasti. Tidak disyaratkan melafadzkannya secara pasti. Akan tetapi menurut jumhur (selain Malikiyyah) disunnahkan/dianjurkan untuk melafadzkannya (dalam rangka menguatkan apa yang ada di dalam hati). Adapun menurut Malikiyyah, maka meninggalkan melafadzkannya lebih utama”. [ Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu : 3/1571 ].
Ucapan ulama’ memang bukan dalil, akan tetapi pendapat yang dibangun di atas dalil. Semoga tulisan ini bisa sedikit membuka wacana dan memperluas pandangan kita tentang masail (masalah-masalah) khilafiyyah. Sehingga kita akan lebih arif, bijaksana, serta banyak berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat di dalamnya. []Alhamdulillah Rabbil ‘alamin. []