SAHABAT mulia Islampos, Nisfu Sya’ban kian dekat, menandakan Ramadhan kian merapat. Malam nisfu sya’ban menjadi malam refleksi menyambut Ramdhan. Sebenarnya, bagaimana sejarah peringatan Nisfu Sya’ban dan siapa pencetusnya sehingga amalan-amalan malam Nisfu Sya’ban bisa begitu populer di masyarakat muslim?
Nisfu Syaban adalah peringatan pada tanggal 15 bulan kedelapan (Sya’ban) dari kalender Islam. Nama-nama ini diterjemahkan menjadi “malam pengampunan dosa”, “malam berdoa” dan “malam pembebasan”, dan sering kali diperingati dengan berjaga sepanjang malam untuk beribadah, berzikir, membaca Al-Quran, bersholawat dan muhasabah diri.
Ibnu Rajab, salah satu ulama kondang dari Madzhab Al-Hanabilah, dalam kitabnya “Lathaif Al-Ma’arif fima li Mawasim Al-Aam min Al-Wadha’if” menyebut budaya menghidupkan malam nisfu Syaban adalah Syaikh Khalid bin Ma’dan bin Abi Karb al-Kila’iy dari Syam (Wafat: 104 Hijrah). Beliau seorang ulama dari kalangan tabi’in yang ahli ibadah. Namanya tertulis dalam daftar rijal ulama hadis. Beliau masuk dalam kategori tsiqah, dan terkenal sebagai seorang ahli ibadah yang wara’.
Khalid lahir di Yaman, akan tetapi lama tinggal di Hamsh, Syam dan wafat di tempat yang sama.
Dalam kitabnya al-A’lam (2/299), Imam Al-Zirikli menukil cerita dari Ibnu Asakir. Dia (Ibnu Asakir) menyebutkan bahwa Khalid bin Ma’dan orang yang rajin sekali bertasbih. Saat sedang sekarat pun, tangannya terlihat bergerak seperti sedang bertasbih.
Kebiasaan yang dilakukan oleh Khalid bin Ma’dan, lalu diikuti oleh ulama syam lainnya; Makhul, juga Luqman bin ‘Amir. Kebiasaan itu pun diikuti oleh para masyarakat. Bukan hanya sekitaran Syam, akan tetapi hampir seluruh pelosok negeri Islam, melakukan kebiasaan menghidupkan malam nisfu Syaban ini.
Perihal keutamaan malam Nisfu Sya’ban dijelaskan Asy-Syaikh As-Sayyid Abu Al-Fadhl Abdullah bin Muhammad bin Ash-Siddiq Al-Ghumari Asy-Syadziliyyah (wafat 1993 M di Maroko) dalam risalahnya berjudul “Kitab Husnul Bayan fi Lailatin Nishfi min Syaban”. Risalah ini disarikan dari beberapa kitab-kitab besar terkait, seperti kitab Al-Idhah karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (1503 M, Mesir – 1566 M, Jannatul Mualla Mekkah), kitab Maa Ja’a fi Syahri Sya’ban karya Al-Hafidh Abul Khattab Dihyah Al-Andalusi (wafat 1207 M Maroko) dan kitab Fi Lailatin Nishfi karya Imam Ali Al-Ajhuri Al-Maliki Al-Mishri (wafat 1655 M di Mesir).
Menurut Syekh Abdullah Al-Ghumari, keutamaan malam Nisfu Syaban ini, sebenarnya sudah populer sejak dulu, terutama era generasi tabi’in. Saat malam itu tiba, orang-orang akan menghidupkan malam dengan beribadah, memanjatkan doa dan membaca zikir-zikir.
Peneliti Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Zarkasih Lc mengatakan, memang ada hadis tentang kemuliaan nalam Nisfu Sya’ban. Hadis tentang kemuliaan malam Nisfu Sya’ban itu yang menjadi sandaran bagi mereka yang membudayakan dan membiasakan menghidupkan malam tersebut dengan berbagai amalan ibadah meski tidak semua shahih. Maknanya, dari hadis-hadis tersebut ada yang shahih, ada yang juga yang dhaif, bahkan maudhu’ (palsu). Akan tetapi di antara yang lemah dan palsu itu, ada satu hadits yang dihukumi oleh jumhur lama hadits ini sebagai hadis shahih.
BACA JUGA: Apa Hukum Menghidupkan Malam Nisfu Sya’ban?
Lantas, apa amalan malamNisfu Sya’ban yang didasarkan kepada hadis ini?
Berikut Amalannya Hadis yang dianggap shahih dan menjadi sandaran amalan yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman:
Nabi SAW bersabda, “Allah SWT melihat kepada hamba-Nya di malam Nisfu Sya’ban, Allah SWT mengampuni dosa semua makhlukNya kecuali orang musyrik dan orang yang sedang berseteru (dengan saudaranya)”. (HR al-Baihaqi)
Syekh al-Albani menshahihkan hadis ini dalam kitabnya al-Silsilah al- Ahadits al-Shahihah. Beliau menjelaskan tentang shahihnya hadis ini beserta seluruh jalurnya dalam 4 halaman kitabnya di jilid ke 3. Beliau mengatakan, “Hadis shahih, diriwayatkan oleh jumlah banyak dari para sahabat, dari berbagai jalur sanad yang saling menguatkan satu sama lain.” []
SUMBER: SINDONEWS