‘Utsman tampak terkejut dan malu dengan tawaran terus-terang itu. Segera setelah menguasai diri, dia berkata, “Berikanlah aku waktu untuk memikirkannya.”
BUKAN. Ini juga bukan tentang pertanyaan yang sering mencekat tenggorokan melebihi nastar kadaluwarsa. Bagi sebagian kita, mendapat soalan ini bagai rundungan awan kelabu yang menodai pelangi ceria hari raya.
Kepada para bujang; jodoh sudah tertulis di Lauhil Mahfuzh. Hanya cara kita mengambil menentukan bagaimana Allah memberikannya. Yang dijemput dalam ridhaNya, betapa lembut uluranNya. Yang menyahut pasangan dengan murkaNya, ah tentu akan berbeda rasanya.
Di anggitan ini, saya hendak mengingatkan para Wali anak gadis; ayah, kakek, paman, kakak, adik lelaki dan seterusnya, bahwa tugas mereka soal calon suami para akhawat itu bukan hanya untuk menjadi juri, melainkan panitia seutuhnya.
Inilah ‘Umar ibn Al Khaththab yang menantunya, Khunais ibn Hudzafah As Sahmi gugur di Perang Badr. Maka Hafshah pun menjadi janda. Ketika wanita mulia yang baru berusia 18 tahun itu habis masa ‘iddahnya, sang ayah bergegas mencarikan suami shalih baginya.
Pertama, ‘Umar menjumpai lelaki terbaik ummat, Abu Bakr. Tapi Ash Shiddiq hanya diam dan terus diam dengan segala tawaran ‘Umar untuk menikahi Hafshah. Bingung menyikapinya, ‘Umar beralih pada sang muhajir ganda, ‘Utsman ibn ‘Affan.
“Ya ‘Utsman”, ujarnya, “Masa ‘iddah Hafshah setelah gugurnya Khunais telah usai dan dia putriku yang amat kusayangi. Adapun istrimu Ruqayyah binti Rasulillah juga baru saja meninggal. Bagaimanakah pendapatmu jika seorang duda yang baik menikahi seorang janda yang baik?”
‘Utsman tampak terkejut dan malu dengan tawaran terus-terang itu. Segera setelah menguasai diri, dia berkata, “Berikanlah aku waktu untuk memikirkannya.”
Waktu tiga haripun diberikan, tapi ketika jawaban dihulurkan, ‘Umar kembali menangguk kecewa. “Dalam waktu dekat ini, kurasa aku belum bisa memikirkan pernikahan lagi.”
“Tak mengapa”, sahut ‘Umar dengan hambar.
“Ya Rasulallah”, adu ‘Umar di kesempatan berjumpa, “Telah kutawarkan Hafshah kepada ‘Utsman, tapi ‘Utsman menolaknya.”
“Semoga Allah karuniakan kepada Hafshah”, sahut Sang Nabi sambil tersenyum, “Lelaki yang lebih baik daripada ‘Utsman. Dan semoga Allah karuniakan kepada ‘Utsman, wanita yang lebih baik daripada Hafshah.”
Dan berlakulah takdir Allah. ‘Utsman dinikahkan oleh Sang Nabi dengan Ummu Kultsum, adik Ruqayyah. Adapun suatu hari, Rasulullah menggandeng tangan ‘Umar dan berkata, “Bagaimana jika aku yang menikahi Hafshah?”
Itu salah satu hari paling membahagiakan dalam hidup ‘Umar ibn Al Khaththab, sang ayah yang tahu hakikat menjadi Wali.
Saat walimah pernikahan Hafshah dan Rasulullah digelar, Abu Bakr mendekati ‘Umar. “Apakah kau masih kesal dengan sikapku kemarin?”
“Tentu saja”, sahut ‘Umar. Sikap lelaki yang tidak jelas itu menjengkelkan.
“Sebenarnya aku sangat berminat pada tawaranmu.”
“Kenapa tidak kau katakan?”
“Karena aku mendengar bahwa Rasulullah juga bertanya tentang Hafshah.”
“Itu juga kenapa tidak kau katakan?”
“Karena aku takkan pernah membuka rahasia Rasulullah pada siapapun.”
Persahabatan mereka sangat dahsyat bukan?
Nah, kepada para akhawat; sampaikan kisah ini kepada kakak lelaki. Lalu katakan misalnya, “Bang, tukeran teman yuk!”
“Maksudnya?”
“Teman Abang yang shalih buatku. Temanku yang shalihah buat Abang. Skenarionya kita atur nanti ya.”
Atau sampaikan kisah ini pada Ayahanda, lalu katakan pada beliau di pagi Jumat, “Nanti kalau shalat Jumat, perhatikan shaff depan ya Bah. Kalau ada yang shalih, ganteng, duduknya khusyu’, nyimak khuthbahnya nggak ngantuk ajak lah ke rumah untuk makan siang ya.”
Atau sampaikan juga pesan itu pada Kakek kita. Tapi untuk kakek tambahkan pesan tentang umur. Karena kakek bisa salah faham dan yang diajak pulang seusia beliau semua. Kalau diprotes ngelesnya, “Ya kalau shaff pertama isinya sebeginian semua, Cuk..”
Saya tuliskan ini, karena sering beberapa rekan akhawat bertanya bagaimanakah ikhtiyar menjemput jodoh bagi pihak yang biasanya pasif ini dari sisi Allah. Di tengah antara ekstrem hanya menanti dalam doa dan ekstrem lain yang berani menawarkan diri pada lelaki shalih yang diyakini, semoga jalan tengah ini salah satu solusi.
Sampaikan pada para Wali. []
DICLAIMER: Tulisan Salim A Fillah di dan untuk Islampos berdasarkan lisensi atau izin dari beliau langsung. Bukan asal salin-tempel (copy-paste).