MENJADI orang baik saja tidak cukup untuk membuat Allah Ridho lho. Di atas kebaikan, ada kebenaran. Maka kalau menurut saya pribadi, menjadi orang benar jauh lebih baik daripada jadi orang baik. Nah lho, udah mulai bingung belom? Hehehe …
Kenapa demikian?
Karena kebenaran itu pada akhirnya pasti berbuah kebaikan. Namun kebaikan belum tentu sebuah kebenaran.
Contohnya apa?
Kamu nraktir orang-orang pake duit hasil korupsi. Mereka yang nggak tahu dari mana uang itu berasal, biasanya otomatis akan mengecapmu sebagai orang baik, murah hati, royal, dsb. Tapi, apakah itu perbuatan yang benar?
Tak ubahnya seperti ketika kita sedekah, tapi uangnya hasil mencuri. Maka diibaratkan seperti mencuci baju dengan air comberan. Apa iya bajunya jadi bersih?
Namun, kebenaran itu akan melemah jika tidak disertai kebaikan. Mereka itu jodoh (eaaaaaa …) ya, maksudnya harus berdampingan. Tak jarang, kebeneran gagal disampaikan, karena cara penyampaian yang tidak baik.
“Eh! Lu pikir ini bis punya nenek moyang lu? Seenaknya ngerokok sembarangan?”
Bukannya berhenti ngerokok, yang ada malah terjadi tonjok-tonjokan.
Coba kalau pake kata-kata begini:
“Maaf Pak, saya asma. Boleh nggak rokoknya dimatiin?”
Nah, kalau si Bapaknya orang eling, In Syaa Allah, dimatikannya itu rokok. Tapi kalau dia malah marah-marah, berarti dia yang bermasalah.
Have you got my point?
Benar dulu baru baik.
Kejujuran adalah salah satu jenis kebenaran yang pahit untuk dilakukan dan diterima oleh orang banyak. Tapi, bukankah seorang maling pun membutuhkan teman yang jujur untuk membantunya menjaga harta atau bekerja sama dalam kemaksiatan?
Nah, penjahat aja butuh orang jujur kan? []