MALAM itu aku tengah mengikuti sebuah diskusi. Terhitung ada sekira 17 orang yang mengisi ruangan itu, termasuk seorang penyaji. Materi yang dibawakan agak santai dan kekanak mudaan. Semua peserta antusias, termasuk aku. Hingga Si Penyaji materi memberikan pertanyaan logika yang agak sulit untuk dijawab.
“Sebuah kereta api melaju kencang ke arah persimpangan dua jalur kereta, yang pertama adalah jalur kereta yang masih aktif, satunya lagi jalur kereta yang sudah tidak aktif. Di jalaur hidup itu, ada enam anak sedang bermain dengan asik, sedangkan di jalur mati ada seorang anak yang sedang bermain. Jika kamu menjadi seorang pengendali jalur kereta, kemanakah kereta akan kamu arahkan? Ke jalur aktif atau ke non aktif?” Tanya penyaji itu.
Pertanyaan ini cukup membuatku bingung. Apalagi aku tak paham maksudnya. Beberapa orang di sampingku menyerukan pilihan dengan alibi masing-masing. Akan tetapi tidak ada yang pas dan masuk logika.
“Siapa yang mau jawab?” Tanya penyaji materi.
Seorang di barisan belakang mengacungkan tangan.
“Jadi, jalan mana yang akan dipilih? Mana yang akan dikorbankan?”
“Saya akan memilih jalur non aktif, Pak. Karena di jalur hidup ada enam orang anak yang harus dikorbankan, lebih baik mengorbankan satu saja,” jawabnya.
“Baik, ada lagi yang mau menjawab?”
“Saya, akan memilih jalur aktif, Pak. Kan ada klakson kereta, masa sih mereka gak denger…” kini seorang di barisan depan yang menjawab.
Setelah itu, tak ada yang menanggapi lagi pertanyaan tersebut.
Kami menunggu jawaban penyaji dengan antusias. Penyaji menjawab rasa penasaran kami dengan beberapa pertanyaan.
“Coba saya ingin tanya, apakah bermain di jalur kereta yang masih aktif boleh atau tidak?”
Jawaban peserta beragam, ada yang bilang boleh, ada yang bilang kan masih anak-anak, tapi kebanyakan berkata tidak boleh.
“Lalu apakah bermain di jalan kereta yang sudah tidak aktif boleh atau tidak?”
Semua orang diruangan berkata boleh.
“Jadi siapa yang benar dan siapa yang salah?”
Tak ada jawaban.
“Pertanyaan ini hanyalah sebuah logika, berkaitan dengan perbuatan benar atau salah. Pada kehidupan nyata kita tidak hanya akan bertemu dengan orang yang benar dan baik pernagainya, tetapi juga orang yang salah dan jahat.
Mana yang akan kalian bela dan mana yang akan kalian korbankan… Apakah akan tega mengorbankan seorang anak yang jelas-jelas berada di jalan yang benar demi enam orang anak yang jelas-jelas salah?
Lebih memihak kepada orang yang batil daripada orang yang benar, coba kalian renungkan…
Siapa lagi yang akan membela orang-orang yang benar, jika bukan kalian orang yang benar? Belalah orang yang benar.
Ah! Inilah yang selama ini terjadi di kita, lebih suka memelihara orang yang salah asal aman daripada membela orang yang benar.”
Mendengar pernyataan itu, kami hanya terbengong-bengong. []