DALAM hal ini para ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat lebih Afdhal secara langsung agar mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) merasa bahwa saudaranya atau tetangganya tahu bahwa ia peduli dengannya. Bahwa saudaranya mau saling berbagi dan tolong menolong, sehingga tidak ada suudzon kepadanya.
Karena mungkin kita yang lebih tahu kondisi tetangga kita daripada amil zakat atau pengurus panitia zakat yang ada di masjid tersebut, apalagi jika masjidnya jauh, khawatir zakat kita, jika lewat amil bisa tidak sampai karena amil belum tentu mengetahui kondisinya. Padahal Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda:
ليس المؤمن الذي يشبع وجاره جائع إلى جنبه
BACA JUGA: 4 Makna Zakat
“Tidak dikatakan seorang mukmin apabila dia kenyang, sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan”. (HR. Al-Bukhari)
Namun sebagian ulama lagi seperti syafi’iyyah berpendapat lebih afdhal melalui amil, dengan beberapa alasan.
1. Menyerahkan kepada amil zakat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan yang ditetapkan dalam syariah Islam, pelaksanaan zakat melalui perantaraan amil zakat.
Karena amil dibentuk dan tugasnya untuk menarik dan mengumpulkan zakat kemudian mendistribusikannya tepat kepada siapa-siapa yang memang layak dalam kategori 8 ashnaf.
2. Terkadang bagi orang awam bisa salah menyalurkan zakat (tidak tepat), ada yang menyalurkan ke anak yatim, ada yang menyalurkan ke janda, ke guru ngaji (padahal guru ngajinya orang kaya sedangkan di sampingnya cukup banyak fakir miskin), dll.
Yang akhirnya menurut ulama jika salah dalam mendistribusikan zakat fitrahnya bisa mengakibatkan zakatnya menjadi tidak sah.
BACA JUGA: Zakat Fitrah Pakai Uang
Oleh karena itulah perlu adanya amil zakat, karena amil ialah orang yang paham dalam masalah ini, dialah yang bertugas menyalurkannya. Kalaupun tidak tepat maka ini menjadi tanggung jawab amil selanjutnya.
3. Dengan menyalurkan zakat melalui amil secara rutin (zakat mall kepada Badan amil, atau BAZNAS) para muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) akhirnya bisa lebih disiplin, dan mustahiq (orang yang diberi zakat) tidak merasa berutang budi pada muzakki karena tidak menerima langsung terus menerus.
Wallahu a’lam bish-shawab.