Ustadz, bagaimana hukumnya mandi junub setelah terbit fajar ketika Ramadhan?
Pertanyaan seperti ini acap kali muncul ketika bulan Ramadhan datang, hal ini muncul mungkin dilatarbelakangi keragu-raguan dalam memaknai jima’ dalam hubungannya dengan waktu shaum.
Salah satu yang membatalkan shaum adalah jima’, itu sudah menjadi pengetahuan umum. Pun, sudah menjadi pengetahuan umum jika shaum dimulai dari terbit fajar (adzan shubuh), sampai terbenam matahari (adzan maghrib). Dalam rentang waktu tersebut, kita diperintahkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan jima’.
Mengenai jima’ yang terkait dengan shaum Ramadhan, hal tersebut diterangkan dalam firman-Nya berikut.
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 187)
Perlu diketahui bahwa berkaitan dengan jima’ ada sebuah kondisi yang disebut junub. Ini adalah istilah untuk keadaan setelah jima’ sampai bersuci dari jima’.
Pertanyaan yang kemudian muncul dan perlu segera dijawab adalah apakah jima’ yang dimaksud sebagai pembatal shaum itu termasuk juga keadaan junubnya?
Jawabannya adalah tidak.
Jima’ yang membatalkan adalah jima dalam kategori perbuatannya, dan tidak termasuk dengan masa junubnya sehingga ketika seseorang masuk waktu shubuh dalam keadaan junub, shaumnya tetap sah.
Ibarat makan sahur yang rasa kenyangnya masih ada sampai waktu pagi yang tentu saja tidak membatalkan shaum.
Perlu ditegaskan bahwa yang membatalkan adalah perbuatannya dan bukan efek setelahnya. Begitulah kira-kira analogi sederhana untuk sekadar menguatkan hadits berikut.
عَنْ أُمَّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Dari Ummu Salamah, bahwasannya Rasulullah Saw. pernah mendapatkan waktu Fajar saat beliau sedang junub di rumah keluarga beliau. Maka kemudian beliau mandi dan shaum.” (H.R. Imam Bukhari). Wallahu a’lam. []
Sumber: Percikan Iman