JABATAN dan kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah SWT di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia. Oleh karena itu, Imam al-Ghazali mengingatkan terhadap seseorang yang menggebu-gebu ingin menjadi pemimpin.
BACA JUGA: Pelajaran dari Kisah Nabi Yusuf Meminta Jabatan
Sifat menggebu-gebu ingin jadi pemimpin dan memiliki jabatan itu termasuk penyakit hati. Sifat ini termasuk nafsu yang paling buruk dan tipuan terselubung yang mana ulama dan para ahli ibadah itu seringkali diuji dengannya.
Kata Imam al-Ghazali, nafsu cinta jabatan ini merupakan nafsu terselubung. Memang kelihatannya mereka tidak berbuat suatu kemaksiatan yang secara jelas melanggar aturan Allah. Namun, persaan ingin dipuji, disanjung, dan dihormati itu termasuk penyakit orang-orang munafik. Mereka merasa dirinya hebat, dan termasuk orang yang dekat dengan Allah, tapi ternyata Allah menilai sebaliknya.
Oleh karena itu, Imam al-Ghazali menyarankan biarlah Allah SWT sendiri yang mempromosikanmu di hadapan makhluk-makhluknya tanpa perlu susah payah. Kesusahpayahnmu mengejar jabatan karena ingin dianggap oleh orang lain itulah yang bagi orang-orang saleh dianggap sebuah dosa yang samar. Hanya orang yang waspada sajalah yang memahami hal tersebut. Namun demikian, bukan berarti kita tidak boleh menjadi pemimpin, sebagaimana imam al-Ghazali berpesan.
BACA JUGA: Sandiaga: Milenial Tak Nyari Jabatan tapi Ikhlas untuk Perubahan
Imam al-Ghazali berpendapat bahwa kepemerintahan dan kepemimpinan itu termasuk ibadah yang paling utama jika dilaksanakan secara adil dan ikhlas. Tapi orang-orang bertakwa menghindar dan lari dari keduanya, karena lebih berat bahayanya. Sebab itu, bisa jadi hati tergerak dan cenderung pada cinta jabatan, rasa ingin menguasai, dan dipermudah. Semuanya itu termasuk kelezatan dunia yang paling besar.
Berikut ini ada 3 ciri yang dimiliki oleh orang yang gila jabatan,
- Orang gila jabatan biasanya melihat seseorang itu dari pangkat dan kedudukannya. Dia menganggap orang yang memiliki jabatan tinggi itu adalah orang penting yang harus diutamakan. Sedangkan orang yang tak punya jabatan apapun bisa diperlakukan seenaknya sendiri.
- Semua omongannya dia itu harus didengarkan, kalau tidak dia bakal tersinggung atau marah. Dia merasa bahwa apa yang dikatakannya itu hal penting dan semua orang wajib berterimakasih padanya.
- Orang gila jabatan itu selalu ingin dihormati, dia ingin semua orang terutama yang lebih muda darinya wajib respek padanya. Padahal dia sendiri juga belum tentu akan menghormati orang lain. []