PADA suatu hari yang panas, Nabi tengah duduk beristirahat. Dia belum makan sejak pagi, dan matahari sekarang sudah tinggi di langit. Waktu itu Nabi ingin berdiam diri sejenak.
Tapi belum juga lama, terdengar suara menggelegar. Seseorang berteriak keras, agak jauh dari Nabi. Jelaslah, seorang wanita tampak sedang sangat marah. Suaranya terdengar nyaring, dan semakin marah suaranya menjadi semakin keras.
Nabi memutuskan untuk mencari tahu kenapa wanita itu bersikap seperti itu.
BACA JUGA: Umar bin Khatab Marah karena Ucapan Terima Kasih dari Seorang Wanita
Saat Nabi mendekat, dia melihat salah satu wanita terkaya di kota itu, tengah memarahi pelayannya. Si pelayan dianggap melakukan kesalahan. Wanita itu begitu marahnya, sampai wajahnya merah, dan juga mengepalkan tinjunya.
Pelayan itu berdiri dengan tidak nyaman, kepalanya tertunduk rendah, tidak berani bergerak atau membalas. Wanita itu begitu sibuk dengan kemarahannya sehingga dia tidak menyadari bahwa Nabi sudah berdiri di sampingnya.
Perlahan wanita kaya itu sadar ada seseorang yang berdiri di sampingnya. Dia berbalik, melihat bahwa itu adalah Nabi Muhammad, dan sedikit tenang.
“Mengapa engkau tidak masuk ke dalam rumah, dan makan?” ujar Nabi.
Wanita itu kaget. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia selalu berpuasa. Dia bertanya-tanya apakah Nabi mengetahui apa yang dia katakan. “Tapi saya selalu berpuasa,” kata si wanita. “Saya belum makan apa-apa hari ini.”
BACA JUGA: Nabi Tahu kalau Aisyah Marah
Nabi berbicara dengan tenang. “Jika engkau terus berpuasa dengan benar,” katanya, “Engkau akan berlaku baik terhadap orang lain. Engkau akan berusaha keras untuk melakukan kehendak Allah. Memarahi pelayanmu sama buruknya dengan makan ketika puasa. Sebaiknya engkau berbuka saja?”
Salah satu pilar Islam adalah berpuasa, kebaikan hati, perlakuan terhadap orang lain, adab dan tarbiyyah. []