Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin memberikan tanggapan atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pencantuman aliran kepercayaan dalam kolom agama kartu tanda penduduk (KTP) pada Rapat Forum Ukhuwah di Kantor MUI, Rabu (15/11/2017).
Ma’ruf menilai bahwa pencantuman tersebut melanggar kesepakatan politik yang telah disetujui.
“Putuskan MK itu melanggar kesepakatan politik yang memang sudah ada yaitu UU Nomor 23 Tahun 2006 yang diubah menjadi UU Nomor 24 Tahun 2013”, katanya seperti dikutip dari Suratkabar.id.
Polemik tentang pencantuman aliran kepercayaan di kolom KTP bergulir sejak adanya gugatan oleh sejumlah penghayat kepercayaan, hingga Selasa (7/11/2017) Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang mewajibkan agar kolom agama di KTP diisi.
Ma’ruf berpendapat bahwa kepercayaan bukan soal agama, karena itu tak boleh masuk sebagai identitas di dalam KTP. Pengelolaan aliran kepercayaan menurut Ma’ruf, tak masuk ke Kementerian Agama namun masuk dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Karena itu, aliran kepercayaan tidak bisa menempati posisi agama,” katanya.
Dalam hal ini, Ma’ruf menilai bahwa keputusan MK tersebut dikhawatirkan dapat merusak tatanan kehidupan bangsa.
“Keputusan MK itu dapat merusak tatanan kehidupan bangsa yang prinsip-prinsipnya berasal dari kesepakatan politik, artinya MK ini kurang memperhatikan aspek kesepakatan.”
Ma’ruf juga menjelaskan kalau tidak pernah ada permintaan kepada MUI untuk berdialog tentang putusan yang dikeluarkan MK.
“Kita tidak pernah diajak diskusi mengenai putusan itu, tapi tidak tahu bagaimana dengan agama lain,” ungkapnya.[]