SAAT ini tanpa disadari atau tidak, tidak sedikit seorang muslim sengaja mencari-cari status dan mengawasi tindak-tanduk saudaranya di media sosial.
Dalam dunia serba canggih seperti sekarang ini, ngepoin atau mencari informasi oranglain sangatlah mudah. Apalagi di era media sosial seperti saat ini.
Biasanya orang yang suka ngepoin segala aktivitas oranglain di media sosial dinamakan ‘stalking’. Namun, tahukah Anda apa hukum ‘stalking’?
Pada dasarnya ‘stalking’ ini sah-sah saja selama niatnya baik. Maksudnya, hukum ‘stalking’ itu tergantung dari niat dan tujuan pelakunya. Jika ia melakukan ‘stalking’ orang lain untuk mencari informasi yang bermanfaat. Misalnya ‘stalking’ untuk mencari informasi saat ta’arufan atau mengikuti status tokoh agama atau ulama agar mendapatkan ilmu agama, dan lain sebagainya.
Namun, yang tidak diperbolehkan ‘stalking’ dalam islam ialah jika ia sengaja melakukan ‘stalking’ untuk mencari aib orang lain. Tahukah Anda istilah dari mencari aib orang lain ini?
Dalam islam, seseorang yang sengaja mencari aib orang lain dinamakan tajjasus. Islam melarang seorang muslim melakukan perbuatan tajjasus.
Dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, bahwa beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari aibnya. Barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya Allah akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah mencari aibnya niscaya Allah akan menyingkapnya walaupun di dalam rumahnya,” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
Saking bahayanya sengaja mencari aib orang lain, Allah Swt pun berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Hujurat : 12)
Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan mencari aib orang lain atau tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri.
Mengutip perkataan Imam Abu Hatim bin Hibban Al-Busthi, “Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih, dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya.”
Semoga kita bisa menggunakan media sosial dengan bijak dan sesuai hukum syara. []