Oleh: Wisnu Tanggap Prabowo, wisnu.tp@gmail.com
TOLERANSI dimulai tatkala kita berwudhu. Membuka kran air secukupnya, itu tidak hanya selaras dengan sunnah Nabi dalam berhemat menggunakan air. Namun juga menjaga aga sebelah kita tidak terciprat air dan kotoran, pun tidak memperkecil arus air kran-kran lain yang digunakan saudara kita.
Imam Ahmad pernah berkata, “Salah satu tanda kefakihan ilmu seseorang adalah sederhana dalam menggunakan air.”
Setelah memasuki masjid, selayaknya gadget langsung dinonaktifkan atau dimatikan volumenya agar tidak mengganggu ibadah zikir, bacaan Al Quran, atau shalat sunnah yang didirikan saudara kita ketika menunggu waktu shalat.
Ketika shalat hendak didirikan, adab terhadap ulama dan orang tua pun patut dikedepankan. Adalah sunnah Nabi untuk mendahulukan orang-orang berilmu, banyak hafalan Al Quran, atau orang tua untuk berada di shaf terdepan dan terdekat dengan imam.
Ketika di Madinah, Rasulullah pun senang ketika orang-orang yang berada di sekelilingnya adalah kaum Mujahirin dan Anshar, yakni mereka yang sudah kokoh imannya. Sehingga ketika Rasulullah menyampaikan ilmu, maka ilmu itu dapat dipahami dengan persepsi yang benar. Sedangkan persepsi yang benar, berangkat dari akidah yang benar.
Kemudian merapatkan dan meluruskan shaf. Merapatkan dan meluruskan shaf adalah sunnah Nabi yang agung. Ia salah satu acuan persatuan kaum Muslimin. Dalam hadis, Rasulullah mengingatkan akan potensi perselisihan di antara kaum Muslimin apabila lalai dalam memperhatikan kerapatan dan kelurusan shaf.
Rasulullah bersabda, “Luruskanlah shaf, janganlah kau membengkokkan shaf, maka hati kamu akan berseteru.” (HR Muslim: 432)
Toleransi sekaligus persatuan di antara kaum muslimin tercermin dalam ikhtilaf berjabat tangan selepas salam. Terlepas dari perbedaan ini, hendaknya masing-masing mengedepankan akhlak mulia. Apabila tidak memulai lebih dahulu, setidaknya sambutlah uluran jabat tangan disertai senyum. Tidak perlu bermuka masam atau bahkan bergeming. Hal itu akan menyakitkan hati saudara kita.
Sedangkan bagi yang hendak memulai, hendaknya menunggu hingga saudara kita di sebelah kanan dan kiri menyelesaikan wirid selepas shalat, terlebih ketika mereka menggunakan jemari. Menginterupsi zikir berpotensi membuat lupa akan bilangan zikir dan lafadz doa.
Dalam satu shalat fardhu yang didirikan secara berjamaah, persatuan dan kerukunan dihadapkan terus kokoh. Inilah pentingnya shalat berjamaah, sebuah syiar sekaligus sunnah Nabi yang seringkali redup. Bahkan sebagian ulama, shalat berjamaah bagi laki-laki adalah wajib hukumnya.
Dengan berharap pahala dari Allah, lalu niat menyuburkan ukhuwah, masjid akan kembali menjadi basis-basis kegemilangan umat Islam dan menjadi madrasah bagi penyempurnaan berkhlak, bahkan terhadap mereka yang kedapatan mencuri sendal atau sepatu di pelataran masjid sekalipun. Wallahu A’lam. []