THULAIB bin Umair dengan keberaniannya mengatakan kepada ibunya, Arwa binti Abdul Muthalib kalau dirinya telah menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW dan berserah diri kepada Allah di saat yang lain masih sembunyi-sembunyi menyampaikan keislamannya di tengah-tengah keluarganya, salah satunya adalah Mush’ab bin Umair.
Menanggapi pengakuannya anaknya, Thulaib, sang ibu berkata, “Sesungguhnya yang lebih berhak kamu bantu adalah anak pamanmu itu (Muhammad SAW), demi Allah jika kami mampu melakukan seperti yang dilakukan oleh kaum lelaki, sudah pasti aku akan mengikuti dan melindunginya.”
BACA JUGA: Islam, “Candu” yang Menenteramkan Jiwa
Thulaib bin Umair masih saudara sepupu Nabi SAW, ia memeluk Islam ketika Nabi SAW masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi di Darul Arqam.
Saat itu Islam belum berkembang pesat karena masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi demi keberlangsungan dakwah Islam itu sendiri guna menghimpun kekuatan terlebih dahulu. Orang-orang yang masuk Islam pada saat itu mendapatkan siksaan dan perlakuan kasar dari kaum kafir Quraisy. Nabi SAW memang banyak mengalami halangan, cacian dan penyiksaan dalam mendakwahkan Islam.
Mendengar jawaban ibunya tersebut, Thulaib berkata, “Apakah yang menghalangi ibu mengikutinya, padahal saudara laki-laki ibu, Hamzah, telah memeluk Islam?”
“Aku akan menunggu apa yang dilakukan oleh saudara-saudara perempuanku, kemudian aku akan menjadi seperti mereka,” Kata Arwa.
BACA JUGA: Matahari dan Bulan dalam Alquran
Tetapi Thulaib tidak puas dengan jawaban ibunya ini, ia terus mendesak dan berkata, “Sesungguhnya aku meminta dengan nama Allah, agar ibu menemuinya Nabi SAW, mengucapkan salam dan membenarkannya, dan mengucapkan kesaksian kepadanya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.”
Melihat tekad dan kesungguhan Thulaib dalam mengajaknya kepada Islam, akhirnya Arwa luluh juga. Pada dasarnya ia memang ingin membela Nabi SAW yang masih keponakannya sendiri, ketika begitu banyak orang yang memusuhi dan menyakitinya. Ia akhirnya berkata, “Jika memang begitu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah pesuruh-Nya.”
Thulaib merasa gembira dengan keputusan ibunya, apalagi ia selalu didorong untuk membantu Nabi SAW dan juga menyiapkan kebutuhan Nabi SAW dalam perjuangannya. []