SAYA teringat pengalaman ulama besar Riau yang menyelesaikan pendidikan sarjana hingga doktor di Madinah yakni Dr.Mawardi M Sholeh. Ini tentang Maulid Nabi Muhammad ﷺ.
Beliau pernah mengundang seorang Syaikh besar dari Madinah untuk hadir ke Riau dalam rangka mudzakarah dan diskusi, dan pada waktu itu bertepatan pada bulan Rabiul Awwal dimana di hampir seluruh penjuru negeri memperingati Maulid Nabi Muhammad ﷺ.
Di Masjid dan Musholla para jamaah semarak menyambut dengan penuh kebahagiaan dan sukacita mengikuti prosesi peringatan maulid Nabi Muhammad ﷺ.
Selanjutnya beliau mengajak Syaikh yang berasal dari Madinah tersebut untuk mengunjungi beberapa Masjid dan Musholla untuk mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ. Setelah melewati serangkaian kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ dan beliau membiarkan Syaikh tersebut untuk melihat aktivitas peringatan maulid nabi Muhammad ﷺ tersebut.
Akhirnya beliau berseloroh kepada syaikh tersebut, ”Aynal bid’ah, hadza aw hadza? (dimana bid’ah? ini atau ini?)” sembari mempersilahkan Syaikh tersebut memperhatikan peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ dari awal tadi.
Hingga akhirnya syaikh tersebut manggut-manggut dan seperti melepaskan rasa penasarannya selama ini.
Dari cerita Dr Mawardi M Sholeh tersebut saya mengambil sebuah pepatah yang berbunyi tak kenal maka tak sayang atau don’t judge the book by the cover. Maksudnya adalah bahwa kita tidak bisa menilai sesuatu hanya dari tampilan luarnya saja, harus ada pendekatan lebih dalam untuk mengetahui sesuatu agar tidak menimbulkan syak yang jauh.
BACA JUGA: Kapan Maulid Nabi Pertama Kali Diperingati?
Sudah menjadi hal yang lumrah akan perdebatan perayaan maulid nabi ﷺ, permasalahan perayaan maulid Rasulullah ﷺ sering menjadi perdebatan dan perbedaan pendapat. Sebagian kelompok yang mengatakan perayaan maulid itu bid’ah, atau tidak perlu dilakukan.
Namun sebagian kelompok yang lain berpendapat bahwa perayaan maulid ini boleh dilaksanakan dan sangat dianjurkan.
Perbedaan pendapat ini lumrah dan biasa, tidak harus terjadi perpecahan dan saling menghina sesama, apalagi saling menjelekkan. Dalam hal ini, kedua kelompok memiliki dalil masing-masing dalam menjalankan pendapatnya.
Terlepas dari pro kontra perayaan maulid, di sana ada hal penting yang perlu kita perhatikan, yaitu tentang bagaimana cara membuktikan cinta kita kepada Baginda Rasalullah ﷺ. Sehingga kita dapat mengimplementasikan norma-norma kehidupan Rasullullah ﷺ dalam kehidupan kita, menelusuri sirah dan menjadikannya sebagai uswah dan qudwah. Meninggalkan perbedaan adalah mustahabbun (dianjurkan).
Kaidah fikih ini sangat cocok untuk diterapkan pada saat ini, karena menganjurkan keluar dari perbedaan demi menjaga persatuan dan menjauh dari perpecahan. Seperti halnya dalam masalah perayaan maulid ini, terus menerus berbeda pendapat.
Namun pada momen maulid ini kita kembali kepada ”muhasabah cinta” kepada Rasulullah ﷺ Menjadikan ajang perbaikan ‘gizi’ spiritual menambahkan keimanan dan kecintaan.
Secara substansial, perayaan Maulid Nabi ﷺ adalah sebagai upaya untuk mengenal keteladanan Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran Islam. Tercatat dalam sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad ﷺ adalah pemimpin besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya.
Inti dari ihtifal maulid ini yaitu momen mengingat, mengatur kembali serta menata tentang kecintaan kita kepada Rasulullah ﷺ.
Ini yang dimaksud sebagai ajang perbaikan ‘gizi’ spritual untuk lebih mencintai dan meneladani Rasulullah. Terkadang selama ini kita terus berjalan, tanpa mau mengikuti amalan-amalan dan perkataan-perkataan Rasulullah.
Dengan adanya momen semacam ini, satu hikmah paling besar, kita jadikan muhasabah cinta kita kepada Rasulullah ﷺ dengan meneladani dan menjalankan sunahnya.
Menumbuhkan Persaudaraan, Mewujudkan Persatuan
Peringatan maulid nabi Muhammad ﷺ, juga berbeda tata caranya sesuai dengan adat daerah masing-masing. Namun yang lebih dominan disebagian daerah di Indonesia memperingatinya di masjid atau musholla dan jamaah bersepakat untuk membawa kue yang telah dipersiapkan dari rumah masing-masing.
Bahkan sudah dibentuk kepanitiaan hari besar yang sudah dari pagi hari sibuk untuk menjamu jamaah luar yang telah di undang sebagai bukti kebersamaan dan persaudaraan ummat yang terjaga. Di sini juga sudah terbentuk silaturrahim antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya dan menumbuhkan ukhuwah islamiyah yang semakin kuat.
BACA JUGA: 4 Amalan Untuk Memperingati Maulid Nabi Muhammad ﷺ
Ada beberapa tokoh masyarakat tempatan Kemudian di rumah-rumah mengundang sanak famili, tetangga dan kerabatnya untuk berkenan hadir dan menyantap sedikit hidangan dari tuan rumah.
Ini tentu hal yang sangat positif untuk menyambung dan mengikat silaturrahim bahkan kadang saudara yang jauh pun merapat utuk memenuhi undangan tuan rumah demi menjaga hubungan yang baik.
Perlu diketahui bahwa peringatan maulid nabi Muhammad ﷺ itu sebagai wasilah atau cara saja dalam mencintai Nabi ﷺ, dibutuhkan sebuah momentum yang tepat untuk mendidik generasi dalam mencintai Nabi ﷺ, karena berbeda generasi dan pola pikir tentu berbeda juga cara mengungkapkan cinta kita kepada Rasulullah ﷺ.
Ada yang melaksanakan maulid keliling kampung, majelis sholawat,dan ada juga melaksanakan seminar atau webinar yang mengupas keteladanan Rasulullah ﷺ atau kajian shirah nabawiyah yang diangkat di institusi ataupun kelompok dan komunitas. Namun, yang perlu diperhatikan, jangan sampai terjadi kemungkaran karena adanya acara-acara semacam ini.
Misalnya, jangan sampai karena alasan menghadiri peringatan maulid Nabi ﷺ, seseorang malah meninggalkan shalat atau beikhtilat dengan alasan bersuka cita dalam rangka peringatan maulid tersebut, atau menjadi sarana untuk remaja dan anak muda dalam kemaksiatan hingga mendekati dosa.
Atau peringatan maulid nabi ﷺ dijadikan ajang unjuk gengsi semata, dan hal-hal lain yang dilarang oleh syariah. Kemungkaran yang mungkin terjadi tersebut, tentunya bertentangan dengan tujuan mulia dilaksanakannya maulid nabi ﷺ. Hal ini perlu dihindari oleh mereka yang menyelenggarakan peringatan maulid nabi Saw.
Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi ﷺ itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad ﷺ ke dunia ini yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak, lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi ﷺ untuk diteladani.
Kemudian di akhir acara dilanjutkan dengan makan-makan bersama.Ada suatu hal yang membuat sebagian orang menjadi ragu-ragu untuk merayakan peringatan maulid ini, yaitu ketiadaan perayaan semacam ini pada masa-masa awal Islam yang istimewa (alqurun al ula al mufadhalah).
Argumen ini, bukanlah alasan yang tepat untuk melarang perayaan itu, karena tidak ada seorang pun yang meragukan kecintaan mereka terhadap Nabi ﷺ. Namun, kecintaan ini mempunyai cara dan bentuk pengungkapan yang bermacam-macam.
https://www.youtube.com/watch?v=lj3sqkONvOc
Tentu saja bentuk pengungkapan rasa cinta kita kepada Rasulullah, berbeda dengan para sahabat kala itu. Maka sudah sepatutnya momentum peringatan maulid nabi Saw sebagai momen berharga untuk kita untuk lebih dekat dengan nabi, menguatkan shalawat kita, meminta syafaat beliau di akhir nanti.
BACA JUGA: Permen Boneka Warnai Keunikan Tradisi Maulid Nabi di Mesir
Berbahagia dan bergembira dengan adanya Nabi Muhammad ﷺ merupakan ibadah, tapi cara pengungkapan kebahagiaan itu hanya merupakan washilah atau sarana yang diperbolehkan untuk dilakukan. Setiap orang dapat memilih cara yang paling sesuai dengan dirinya untuk mengungkapkan hal tersebut.
Di tengah pandemi ini, tetaplah mengikuti prosedur pelaksanaan kegiatan bersama seperti dianjurkan pemerintah, menerapkan protokol kesehatan, menjaga diri dan juga orang lain dari hal membahayakan. Kalau memang tidak memungkinkan berkumpul ramai-ramai seperti biasanya, gaungkan maulid secara virtual.
Momentum maulid ini mengajarkan kita cara merawat cinta kepada Baginda Rasulullah ﷺ dan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. []