JIKA ada pilihan di bawah ini, manakah yang akan Anda pilih?
a. Zaman Prasejarah di mana belum dikenal tulisan.
b. Zaman Pramedsos, dimana tulisan sudah ditemukan tapi belum ada media sosial.
c. Zaman Medsos seperti sekarang ini.
Berhubung ini bukan lembaga survey untuk riset serius, maka tulisan ini pun menjadi sah-sah saja, setidaknya menurut penulisnya.
BACA JUGA: Bermesraan di Media Sosial, Bagaimana Hukumnya?
Pertanyaan di atas adalah gambaran bahwa setiap jaman memilki plus minus yang harus disikapi dengan bijak. Bukan njeplak komen: “Enak jamanku, toh?”
Pada zaman dulu, hanya beberapa orang saja yang diberi anugerah ‘mata futuristik’ olehNYA untuk melihat dampak berkembangnya Medsos di masa depan (kini). Memang pernah diramalkan bahwa kita akan terhubung dengan cara yang ajaib, seperti hari ini. Tapi sedikit sekali yang mengatakan bahayanya.
Siapa sangka dampak bermedsos bisa ‘merasuk sukma,’ istilah anak jaman now, ‘baper’. Bukan hanya tentang meningkatnya perceraian yang meningkat, tapi juga perundungan. Kasus Audrey, siswi 14 tahun yang menjadi viral, adalah satu contoh buah dari bermedsos tanpa situasi jiwa bijak penggunanya.
Bukan hanya menimbulkan korban perasaan, dan fisik saja, medsos lewat algoritma gaibnya bisa membuat gerakan makar semacam penggulingan diktator semisal di Tunisia, Mesir, Lybia. Demokrasi yang didengungkan para filsuf Yunani, kini tumbang oleh istilah “Demokrasi dari Hongkong.” Sekuat itulah energi Medsos.
Kita sepakat bahwa medsos memiliki bahasa yang lugas, cenderung kasar. Sarkasme di medsos membuat kita seringkali menghilangkan kemampuan membaca isyarat.
BACA JUGA: Fenomena Debat Kusir di Media Sosial
Di republik ini, demokrasi kebablasan membantu medsos meloloskan artikulasi vulgar. Tanpa sadar, hal-hal seperti ini kita konsumsi setiap hari, setiap saat. Lalu jiwa seperti apakah yang tak akan baperan?
Orang-orang yang tak baperan, stabil jiwa, tentu saja tidak dicapai dalam semalam seperti dalam dongeng. Orang-orang ini rajin mengasah jiwanya lewat ibadahnya. Jiwanya ia gantungkan pada sehebat-hebatnya pelindung. Orang-orang stabil jiwanya telah dianugerahi penerang dalam jiwanya.
Siapapun pasti tahu, bagaimana cara mendapat penerang jiwa itu. Apalagi kalau bukan beribadah kepadaNya. []