Oleh: Juharis
Mahasiswa IAIN Pontianak, Penikmat Kajian Ilmiah Sunnah Pontianak
BERANGKAT dari hadis yang dibawakan sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu alaihi wa salam suatu ketika pernah bersabda.
“Setiap anak Adam banyak melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah bertaubat” (HR. Tirmidzi dal Al-Hakim, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Sabda Rasulullah di atas amat jelas kebenarannya bahwa manusia selalu berbuat kesalahan. Bukan hanya dari sisi sandaran hadis, tetapi juga dapat diterima akal. Mengingat manusia adalah makhluk ciptaan Allah Ta’ala yang berbeda dengan lainnya. Manusia diberi akal yang mampu menjadikannya bersikap lebih di luar batas kemampuan makhluk yang tidak memikili akal. Lain halnya binatang, dengan kebesaran Allah Ta’ala binatang hanya memiliki hawa nafsu dan tidak mampu menjangkau apa-apa yang dikerjakan manusia.
BACA JUGA: Rahasia-rahasia di Balik Taubat
Meskipun ada kalanya manusia mencerminkan sifat binatang dikarenakan krisis keimanan. Oleh karena itu, apabila seorang insan dalam praktik kehidupannya berada di luar kesejatian sifat manusia, bisa jadi ia akan masuk dalam ranah karakter binatang dan tentu saja melanggar ketentuan Sang Pencipta.
Perhatikan kalam Allah Ta’ala berikut ini.
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ذَّلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al-A’raf: 176).
Ayat ini gamblang menyatakan bahwa manusia yang memperturutkan hawa nafsunya adalah layaknya anjing, binatang yang hina. Berawal dari memperturutkan hawa nafsu inilah manusia kemudian senantiasa berbuat dosa. Bahkan tidak seorang pun mampu menghindari dosa karena kemaksiatan pada diri manusia sudah ada bagian masing-masing. Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menyabdakan sendiri.
“Setiap anak Adam telah mendapatkan bagian zina yang tidak akan bisa dielakkannya. Zina pada mata adalah melihat. Zina pada telinga adalah mendengar. Zina lidah adalah berucap kata. Zina tangan adalah meraba. Zina kaki adalah melangkah. (Dalam hal ini), hati yang mempunyai keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang membuktikan semua itu atau mengurungkannya.” (Muttafaqun alaihi).
Strategi Melebur Dosa
Perbuatan maksiat merupakan perilaku yang dapat merusak akal. Sebagian orang-orang saleh terdahulu mengatakan “Tidaklah seseorang bermaksiat kepada Allah melainkan akalnya akan hilang.” (ad-Daa’ wad-Dawaa’, hlm. 93).
Bagaimana mungkin akal rusak sedangkan esensinya merupakan pengistimewa manusia ketimbang makhluk lainnya. Sebab itu Allah memberikan petunjuk agar manusia terhindar dari perbuatan dosa. Baik itu dosa kecil maupun besar, bahkan dosa kecil sekalipun dapat menjadi besar andai dikerjakan terus-menerus.
Di antara perkara yang dapat meleburkan dosa manusia selaku makhluk pendosa ialah sebagaimana yang dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7/487-489).
Pertama, Bertaubat
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (QS. At Taubah: 104)
Bertaubat dilakukan dengan cara menghindari, menyesali, dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa yang pernah diperbuat (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/138-139, Muassasah Qurthubah). Taubat juga dilakukan dengan niat yang lurus, bukan mengedepankan pujian manusia atau berharap dipandang baik di mata orang lain. Segunung apa pun dosa, Allah tidak memandang yang demikian itu. Allah semata melihat bagaimana keseriusan seorang hamba dalam proses taubatnya.
Kedua, Mohon Ampunan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Jika seorang hamba berbuat dosa, lalu ia berkata: Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa, ampunilah aku. Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menghukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku.” Kemudian ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun mengatakan pada Rabbnya, “Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa lainnya, ampunilah aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menghukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku. Lakukanlah sesukamu (maksudnya: selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu, pen).” Kemudian ia pun melakukan dosa lain yang ketiga atau keempat.” (HR. Muslim).
Allah Ta’ala adalah Tuhan satu-satunya yang berhak diibadahi dengan benar. Allah yang menciptakan seluruh alam semesta sekaligus isinya hanya dalam waktu 6 hari. Menciptakan yang tampak dan tidak. Pantaskah kiranya seorang insan mendurhakai-Nya? Sedang kasih sayang-Nya melebihi kecintaan seorang ibu pada anaknya. Sungguh tiada lagi tempat mengadu dan bersimpuh selain kepada Rabbul ‘alamin. Saudaraku, beristighfarlah kepada Rabbmu. Memohon ampunan kepada-Nya. Betapa dosa ini menyiksa kehidupanmu, engkau bahagia dalam kemaksiatan padahal hakikatnya menderita dalam kesengsaraan karena jauh dari Allah. Bukan tidak mungkin manakala dosa sebanyak buih di lautan akan Allah ampuni, karena tidak ada satu pun yang menandingi keagungan ampunan-Nya.
Ketiga, Berbuat Baik
وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114
Adalah keniscayaan seorang muslim berbuat baik kepada sesama. Kebaikan yang dilakukan sebagai jembatan sosial yang menginterkoneksikan antara muslim satu dengan lainnya sehingga tercipta persaudaraan yang erat. Sebab itu, berbuat baik adalah sesuatu yang esensial karena dapat mengikis kemaksiatan yang ada dalam diri seorang hamba. Bukankah persaudaraan dan kebahagian sejati diperoleh dari perbuatan baik terhadap sesama atas dasar perintah Allah Ta’ala? Lantas bagaimana mungkin perbuatan buruk bisa bersatu dengan kebaikan? Sangat mustahil.
Keempat, Musibah yang Menimpa
“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati, atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya. (Muttafaqun alihi).
Jangan pernah berburuk sangka kepada Sang Pencipta. Keburukan di pandangan manusia bisa jadi baik di sisi-Nya, begitu pun sebaliknya. Allah Ta’ala tidak akan membiarkan keimanan hamba-Nya begitu saja tanpa adanya ujian. Atas kuasa Allah, cobaan tersebut akan menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan hamba-hamba-Nya yang beriman.
Saudaraku, dosa adalah noktah hitam yang memekatkan dan mematikan hati juga merusak akal pelakunya. Hawa nafsu dan syubhat adalah faktor penyebab eksistensi dosa senantiasa mendominasi seorang insan yang minim keimanan. Mari bergerak menjauhi dosa dengan mengawalinya membenarkan niat, kemudian bertaubat, memohon ampun, beramal saleh, dan bersabar atas musibah yang mendera. Ingatlah bahwa kesenangan kemaksiatan hanya sementara sedangkan kebahagiaan yang sejati hanya diperoleh saat engkau menaati Allah dan Rasul-Nya. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.