Oleh : Salsabila Khairunnisa
Mahasiswa STEI SEBI
salsabilakhairunnisa2110@gmail.com
1. Kedudukan Maqashid Syari’ah
Dr. Said Ramadhan Al-Buthi menegaskan bahwa mashlahat itu bukan dalil yang berdiri sendiri seperti halnya Al-Quran, hadits, ijma’ dan qiyas. Tetapi mashlahat adalah sebuah kaidah umum yang merupakan kesimpulan dari sekumpulan hukum yang bersumber pada dalil-dalil syar’i.
Mashlahat bukan dalil yang berdiri sendiri, tetapi mashlahat adalah kaidah umum yang disarikan dari banyak masalah furu’ yang bersumber pada dalil-dalil hukum.
Maksudnya adalah hukum-hukum fikih dalam masalah masalah furu’ dianalisi dan disimpulkan bahwa semuanya memiliki suatu titik kesamaan yaitu memenuhi dan melindungi mashlahat hamba di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, mashlahat itu harus memiliki sandaran baik Al-Quran, hadits, ijma’ ataupun qiyas. Minimal, tidak ada dalil yang menentangnya. Jika mashlahat tersebut berdiri sendiri, maka mashlahat tidak berlaku dan tidak bisa dijadikan sandaran. Mashlahat tidak bisa menjadi dalil yang berdiri sendiri serta menjadi sandaran hukum-hukum tafshili, tetapi legalitasnya harus didukung dalil-dalil syar’i.
Hukum tafshili adalah hukum yang sangat terperinci. Contohnya, yaitu hukum waris.
‘’Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga” (Q.S. An-Nisa : 11).
Mashlahat dan maqashid syariah tidak bisa dijadikan salah satu alat untuk memutuskan hukum dan fatwa. Tetapi, setiap fatwa dan ijtihad harus menggunakan kaidah-kaidah ijtihad lain sebagaimana di dalam bahasan ushul fiqh.
Maqashid syariah atau mashlahat memiliki dua kedudukan yaitu:
Pertama, mashlahat sebagai salah satu sumber hukum khususnya dalam masalah yang tidak dijelaskan dalam nash. Karena mashlahat adalah inti sari dari semua sumber hukum.
Kedua, mashlahat adalah target hukum, maka setiap hasil ijtihad dan hukum syari’ah harus dipastikan memenuhi aspek mashlahat dan kebutuhan manusia. Singkatnya mashlahat menjadi indikator sebuah produk ijtihad.
2. Fungsi Maqashid Syariah
Seorang faqih dan mufti wajib mengetahui maqashid nash sebelum mengeluarkan fatwa. Jelasnya, seorang faqih harus mengetahui tujuan Allah SWT. Dalam setiap syariat-Nya (perintah atau larangan-Nya) agar fatwanya sesuai dengan tujuan Allah SWT. Agar tidak terjadi -misalnya- sesuatu yang menjadi kebutuhan dharuriyat manusia, tetapi hukumnya sunah atau mubah. Contohnya adalah puasa Ramadhan, puasa Ramadhan sifatnya wajib, tetapi untuk orang yang sakit dan tidak kuat untuk berpuasa, pada hari itu sifatnya menjadi sunnah untuk tidak puasa.
Fungsi maqashid syari’ah ada 3, yaitu :
- Bisa memahami nash sumber hukum (beserta hukumnya) secara konfrehensif
- Bisa menjadikan maqashid syari’ah sebagai salah satu standar (murajjihat) untuk mentarjih salah satu pendapat fuqaha
- Memahami ma’alat (pertimbangan jangka panjang) kegiatan manusia dan mengaitkannya dengan setiap fatwa.
Wallahua’lam bi shshowwab. []
Dr. Sahroni, oni,M.A, Ir. Karim Adiwarman A, S.E., M.B.A., M.A.E.P. 2017. Maqashid bisnis dan keuangan islam. Depok: Rajawali pers
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.