Oleh: Anne Adzkia Indriani
SEORANG sahabat bercerita, suaminya sering tiba-tiba membelikan kacang rebus, tanpa diminta.
Di saat yang lain, suaminya ini juga membawakan air putih dingin. Kacang rebus dan air dingin adalah favorit si istri.
Sahabat yang lain bercerita, momen romantis suaminya adalah ketika sang suami sering menjemputnya tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Tapi, akibatnya mereka berselisih jalan. Tidak bertemu.
Ternyata romantisme tidak melulu ditunjukkan dengan memberi seikat mawar, atau puisi, apalagi segepok uang.
Istri sering merasa suaminya romantis, karena telah melakukan hal-hal yang baginya istimewa. Meski, menurut si suami mungkin itu hal biasa. Seperti menjemput istri, merupakan tanggung jawab suami. Tapi ketika si suami tiba-tiba muncul di hadapan membawa payung, ini terasa manis sekali.
Duhai suami, tak perlu menjadi pujangga untuk menjadi romantis. Karena istri pun tak berharap sejauh itu.
Bagi saya, suami saya juga romantis. Karena dia hampir tak pernah mau melihat saya sedih, capek atau stress. Dia tidak mengeluh untuk memasak makan malam kami sepulang dari kantor. Dia siap memijiti kaki saya, meskipun badannya lelah dan mengantuk. Dia sanggup menggantikan peran saya kapan saja, saat saya membutuhkannya. Tanpa pernah sekalipun menolak.
Terima kasih, ya. Untuk selalu membuat saya merasa seperti bidadari. []