APABILA seorang meminjam sejumlah uang kepada orang lain dengan menggadaikan sepeda motornya, maka tidak boleh bagi pihak yang menghutangi untuk memakai sepeda motor tersebut.
Misalnya si A menggadaikan sepeda motor kepada si B (sebagai jaminan), kemudian si B meminjami sejumlah uang kepda si A. Jika si B memanfaatkan sepeda motor tersebut, maka hal itu harus dihitung hutang, sesuai dengan kadar waktu dan penggunaan sepeda motor tersebut. Di sini, si B dianggap telah menyewa sepeda motor si A sesuai dengan perhitungan yang berlaku di tempat itu.
BACA JUGA: Catatan tentang Gadai
Dan nantinya, perhitungan nilai hutang si A, disesuaikan dengan nilai sewa si B terhadap motor si A. Demikianlah fatwa Al Imam Ahmad bin Hambal dari riwayat Al Hasan bin Tsaub (atau bin Tsauban -dalam versi tulisan tangan yang lain-). Karena kedudukan sepeda motor si A di sisi si B, hanyalah sebatas “jaminan” ( وثيقة ) semata, tidak lebih dari itu.
Jika pemanfaatan tersebut tidak dihitung hutang, maka termasuk riba. Sebagaimana dalam kaidah disebutkan:
القرض جر فيه منفعة فهو الربا
“Pinjaman yang menyeret kepada adanya tambahan kemanfaatan, maka itu termasuk riba.”
BACA JUGA: Waspadai, Pekerjaan-pekerjaan Haram di Akhir Zaman
Jika si B selaku pemberi hutang kepada si A tadi memang menginginkannya dan menyatakan: “Saya akan pakai sepeda motor ini dengan sewa”, maka keluarlah sepeda motor tersebut dari akad gadai yang sebelumnya. Dan berubahlah hutang si A kepada si B tanpa jaminan (tanpa ada yang digadaikan). Demikian fatwa dari Al Imam Ahmad. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani