Oleh: Supriyanto Refra,S.Sos.*
SERING kita dengar ungkapan “Buku adalah jendela dunia…”, dengan membaca buku, seseorang akan luas pengetahuannya terhadap segala hal di dunia ini.
Dengan membaca buku, kita dapat menyelami, apapun yang direkam oleh Si Penulis melalui tulisannya, bisa berupa perjalannya disuatu tempat, atau bahkan “dunianya” Si Penulis tersebut. Tak heran, pandangan seorang yang suka membaca, seakan “luas” terhadap dunia ini.
Tetapi muncul kerisauan dalam hati saya. Jika, se-sempit itu hasil dari aktivitas membaca buku, hanya sebagai suatu “jendela” untuk melihat dunia. Maka, seorang pembaca akan tersesat, di dalam dunia yang berbeda-beda, tentu dalam hal ini, dunianya Si Penulis.
Bersyukur kalau “dunia” yang ia baca, adalah dunia yang sesuai atau jalan yang diinginkan Penciptanya, bagaimana kalau sebaliknya? Tentu, ini menjadi suatu kerisauan yang berdasar.
BACA JUGA: Rasulullah Tak Bisa Baca Tulis, Ini 5 Keterangan dan Dalil Penguatnya
Sebuah Perintah!
Membaca adalah perintah dari Sang Khaliq. Sebagai seorang muslim, kita meyakini betul bahwa, apa yang telah Allah Swt perintahkan di dalam Al-Qur’an adalah hudan (petunjuk), yang tidak ada keraguan di dalamnya, bagi siapa, dan kapan pun itu masanya, selama ia berpegang teguh pada apa yang ada di dalam kitabullah, atau Al-Qur’an itu sendiri.
Perintah Allah Swt di dalam Q.S Al-Alaq ayat 1 supaya kita membaca, adalah salah satu bentuk petunjuk, yang Allah Swt hadirkan sebagai gambaran kasih sayang-Nya, juga agar kita berpengetahuan luas sebagai seorang hamba, dan tidak tersesat dalam kegelapan dunia, bisa membedakan yang haq dan bathil.
Bahkan terhindar dari bisikan, dan jebakan Iblis laknatullah. Lebih jauh lagi, membaca adalah salah satu “wasilah” kita, untuk mengenal siapa Pencipta diri, dan dunia ini.
Di ayat Al-Quran yang pertama kali turun dalam surah Al-Alaq: Iqra bismi Rabbikalladzii Kholaq (Bacalah! dengan menyebut nama Tuhan Yang Menciptakanmu), adalah sebuah perintah yang begitu “tegas dan lugas” kepada kita sebagai seorang hamba, yang diciptakan oleh Allah Swt.
Melalui perintah-Nya tersebut, secara umum seorang hamba harus membaca dan berpengetahuan luas.
Kalau ditanya mengapa kita diperintahkan Allah Swt untuk membaca? Jawaban yang paling sederhana, yang bisa kita simpulkan adalah, bahwa membaca itu adalah sebuah proses yang mengharuskan indra pengetahuan kita berfungsi.
Sebagai sebuah contoh, ketika seseorang membaca, ia akan menggunakan indera pengelihatannya untuk melihat bacaannya. Dari proses melihat bacaan tersebut, dengan mudah ia bisa mengenali, mengidentifikasi huruf, kata dan kalimat yang ia baca.
Dalam konteks yang lebih jauh, proses ber-iqra atau membaca dalam Q.S. Al-Alaq ayat pertama, adalah sebuah proses untuk menuntun kita pada kedekatan, dan ketundukan kepada Sang Khaliq.
BACA JUGA: 3 Tingkatan Tempo Membaca Alquran
Seperti halnya membaca sebuah buku, kita akan terselami dalam kalimat-kalimat indah yang ditulis oleh sang penulis, bahkan bisa sampai pada kedekatan emosional, dan seakan kita adalah bagian daripada isi tulisan itu.
Pun dengan proses ber-iqra, yang digambarkan dalam Surah Al-Alaq tersebut. Seorang hamba yang membaca (baca: ber-iqra), dengan menyandarkan bacaannya pada “Tuhan Yang Menciptakan mu (baca: bismi Rabbik),” maka ia akan sampai pada taraf mengenali, melihat kebesaran, bahkan sampai pada ketundukan (baca:wasjud) serta kedekatan (baca: waqtarib) jiwa dan raganya kepada Allah Swt.
Mari Ber-Iqra’!
Dalam firman Allah Swt, yang masyhur,”….Yarfaillahulladzina Amanu Minkum Walladzina Utul Ilma Darojat..” (QS. Al Mujadalah. 11), yang artinya: Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan (iImu) beberapa derajat.
Ayat ini menegaskan, bahwa seorang yang beriman, dan berilmu akan ditinggikan beberapa derajat oleh Allah Swt. Untuk mecapai keimanan, mustahil rasanya jika tidak dengan membaca. Kenapa bisa? Kita bisa mengambil contoh dari Nabi Ibrahim Alaihisalam. Nabi Ibrahim Alaihisalam dalam proses menemukan Tuhan (baca: proses beriman) adalah dengan membaca.
Nabi Ibrahim Alaihisalam, membaca (baca:mengamati) bintang bintang, kemudian bulan, sampai kepada matahari.
BACA JUGA: Kisah Pangeran Sultan bin Salman, Shalat, Puasa, dan Baca Quran di Luar Angkasa
Dengan proses membaca tersebut, Ia sampai pada kebenaran dan mengingkari semua benda langit tersebut, karena secara logika tidak layak dijadikan Tuhan atau Pencipta. Lewat proses membaca itulah, Ibrahim dapat menemukan Tuhannya yaitu Allah Swt.
Dengan melihat proses membaca, yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Alaihisalam, sudah bisa tergambar jelas. Bahwa untuk mencapai keimanan, adalah dengan membaca. Bagitu juga jika ingin mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan, tentu datang yang punya ilmu itu sendiri, yaitu Allah Swt.
Maka membacalah! Membaca itu sebuah rahmat, yang menghantarkan diri untuk tunduk pada Pencipta. Kegemaran membaca adalah sebuah kebahagiaan, yang diinginkan oleh seorang hamba agar bisa sampai pada kedekatan dengan Tuhannya. []
*Penulis Buku Lakon Abadi (Penerbit Mitra Karya: 2020), Antologi Cerpen Assalamu’alaikum Calon Makmum (Penerbit Mitra Karya: 2018), Presiden BEM STAIL 2019-2020, PW FORKOMNAS KPI Wilayah 1 Jatim-NTB 2018-2019.