Ada beberapa pertanyaan mendasar di sekitar kita mengenai tata cara shalat. Dan untuk pertanyaan seperti itu sebetulnya hanya butuh jawaban yang sederhana pula.
Misal, pertanyaan apakah shalat yang bacaannya hanya dibaca dalam hati itu sah?
Jawabannya sederhana. Kita ketahui bahwasannya rukun shalat terdiri dari bacaan dan gerakan. Dari rukun dalam bentuk bacaan itu diantaranya adalah takbiratul ihram, membaca surat Al-Fatihah, membaca tasyahhud, membaca shalawat dan membaca salam.
Apa yang disebut membaca adalah ketika kita menggerakkan lisan dan kedua bibir, sehingga mengeluarkan suara, meskipun hanya terdengar oleh yang membacanya saja. Sedangkan orang yang membaca dalam hatinya saja, tidak lah disebut qari’ (orang yang membaca).
Ada beberapa penguat untuk pernyataan tentang membaca di atas.
Dari Ma’mar, ia berkata: Aku bertanya kepada Khabbah,
أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ قَالَ نَعَمْ قُلْنَا بِمَ كُنْتُمْ تَعْرِفُونَ ذَاكَ قَالَ بِاضْطِرَابِ لِحْيَتِه
“Apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membaca dalam shalat Dzuhur dan Ashar?” beliau menjawab, “Ya.” Kami bertanya, “Bagaimana kalian mengetahui hal itu?” beliau menjawab, “Dengan gerakan janggutnya.” (HR. Al-Bukhari dan selainnya).
BACA JUGA: Jika Istri Tidak Shalat, Begini Sikap Suami
Dari Abul Ahwash yang bersumber dari sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ia berkata:
كَانَتْ تُعْرَفُ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الظُّهْرِ بِتَحْرِيكِ لِحْيَتِهِ
“Diketahui bacaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam shalat Zuhur dengan beliau menggerakkan janggutnya.” (HR. Ahmad dengan rijal yang tsiqqah)
Dari beberapa keterangan tersebut sudah bisa dipastikan Rasulullah Saw pun membaca bacaan rukun shalat dengan lisan. Tidak hanya dalam hati.
Kecuali orang bisu. Bagi mereka yang memiliki udzur untuk melakukan itu, cukup baginya beramal sesuai kemampuannya.
Imam Malik rahimahullah pernah juga ditanya tentang orang yang membaca di dalam shalatnya, bacaannya tidak terdengar oleh orang lain dan tidak pula oleh dirinya sendiri dan ia tidak menggerakkan lisannya.
Imam Malik menjawab: “Ini bukan membaca, sesungguhnya membaca adalah dengan menggerakkan lisan.” (Ibnu Rusyd dalam Al-Bayan wa al-Tahshil: 1/490)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, dalam Mukhtashar al-Fatawa al-Mishriyah:
يجب أن يحرك لسانه بالذكر الواجب في الصلاة من القراءة ونحوها مع القدرة، ومن قال إنها تصح بدونه يستتاب
“Wajib menggerakkan lisannya pada zikir yang wajib dalam shalat berupa membaca (Al-Qur’an,-Pent) dan semisalnya jika mampu. Dan siapa yang mengatakan, sah membaca tanpanya (yakni tanpa menggerakkan lisan,-pent) maka ia disuruh taubat.”
BACA JUGA: Ini Hukum Shalat Tahajud Berjamaah
Ibnu Naajii dalam Syarah al-Risalah berkata, “Dan membaca yang dipelankan (sir) dalam shalat, semuanya dengan menggerakkan lisan. Maka siapa yang membaca dalam hatinya maka seperti orang yang tidak membaca.”
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz ditanya, “Apakah tidak menggerakkan lisan dan dua bibir dalam shalat membatalkan shalat?” Beliau menjawab,
لابد من القراءة، قراءة الفاتحة، والقراءة لابد من تحريك اللسان حتى يسمع قراءته حتى يكون منه قراءة، لابد من القراءة بالحروف التي يسمعها.من “نور على الدرب
“Haruslah membaca surat al-Fatihah. Dan qira’ah (membaca) haruslah menggerakkan lisan sehingga ia mendengar bacaaannya sehingga itu disebut membaca. Membaca haruslah dengan melafadzkan huruf-huruf yang didengarnya.” (Nuur ‘Ala al-Darb).
Jadi, kesimpulannya tidak sah shalat seseorang jika ia membaca rukun shalat dalam bentuk bacaan dalam shalatnya hanhya dengan hatinya saja, tanpa menggerakkan lisan dan bibir sehingga mengeluarkan suara.
Wallahu a’lam.
SUMBER: VOA ISLAM