BANYAK orang yang karena keadaan terjepit, terutama dalam masalah ekonomi berani mengambil risiko untuk meminjam pada orang lain. Dan hal yang sering itu berupa nominal atau uang yang memang sangat diperlukan dalam proses transaksi. Bukan hanya orang yang susah, orang yang terlihat mapan pun masih ada yang meminjam uang kepada orang lain.
Sebagai orang yang memberi pinjaman atau pun yang diberi pinjam, tentu kita harus mencatat total utang yang dipinjam. Hal ini dilakukan agar tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Karena dengan adanya bukti tertulis, seseorang akan terhindar dari lupa.
BACA JUGA: Ketika Nabi Bayar Utang kepada Seorang Yahudi
Sebagai pemberi pinjaman, ia juga wajib mengingatkan peminjam untuk membayar utangnya. Karena utang ini jika belum dibayar hingga ia wafat, akan menyulitkan dirinya di akhirat kelak. Masalah ia membayar atau tidak, yang penting kewajiban kita hanya mengingatkan.
Akan tetapi, jika yang diberi pinjaman itu orang yang kesusahan, artinya hidup dalam keadaan yang serba kekurangan, alangkah lebih baiknya jika kita mengikhlaskan saja utang dia. Dengan membebaskan dia dari utang, maka Allah menjamin untuk kita terbebas pula dari siksa neraka.
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda, “Ada seorang laki-laki yang (suka) memberi utang kepada orang lain. Dia biasa berkata kepada pelayannya, ‘Jika engkau mendatangi orang yang kesusahan, maka bebaskanlah (utangnya), mudah-mudahan Allah membebaskan kita (dari siksa-Nya)’.” Beliau bersabda, “Maka, orang itu menjumpai Allah dan Allah pun membebaskannya (dari siksa),” (Muttafaq ‘alaih: al-Bukhari, 6/ 379 dalam Al-Anbiya’; dan Muslim, no. 1562).
BACA JUGA: Bantulah Orang-orang yang Terlilit Hutang!
Dalam riwayat lain disebutkan, dari Ibnu Mas’ud RA beliau berkata, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya para malaikat mengambil ruh seorang laki-laki sebelum (zaman) kalian, lalu mereka bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau pernah melakukan kebaikan meski sekali?’ Ia menjawab, ‘Tidak pernah.’ Mereka berkata lagi, ‘Coba ingat-ingat.’ Ia menjawab, ‘Tidak pernah, kecuali dahulu aku suka memberi utang kepada orang lain, dan aku perintahkan kepada para pelayanku agar mereka melihat (menagih) orang yang berkecukupan dan membebaskan (utang) orang yang miskin.’ Maka Allah berfirman, ‘Bebaskan dia (dari siksa)’,” (Muttafaq ‘alaih; al-Bukhari, 4/ 261 dalam al-Buyu’; dan Muslim, no. 1560). []
Sumber: Kisah-kisah Nyata/Karya: Ibrahim bin Abdullah al-Hazimi/Penerbit: Darul Haq, Jakarta