MEMBICARAKAN orang lain atau ghibah adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam. Kita sebagai manusia tentunya mungkin pernah membicarakan orang lain atau bergosip. Entah itu membicarakan kejelekannya, kekurangannya atau kelebihannya. Nah, kali ini akan dibahas mengenai hukum membicarakan kebaikan orang lain.
Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Rasulullah SAW bersabda,
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.”
BACA JUGA: Ghibah yang Dibolehkan
Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah SAW berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim)
Namun bagaimana jika yang dibicarakan adalah kebaikan orang lain? Apakah diperbolehkan dalam Islam? Mengenai hal ini tentu saja dibolehkan karena yang dilarang adalah membicarakan aib bukan kebaikan.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa diperlakukan baik (oleh orang), hendaknya ia membalasnya. Apabila dia tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya, hendaknya ia memujinya. Jika ia memujinya maka ia telah berterimakasih kepadanya namun jika menyembunyikannya berarti dia telah mengingkarinya ….” (HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad no. 157)
“Barang siapa diperlakukan baik lalu ia mengatakan kepada pelakunya, “Semoga Allah membalas kamu dengan kebaikan”, dia telah tinggi dalam memujinya.” (HR At-Tirmidzi no. 2035)
Allah swt berfirman,
“Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Baqarah: 237)
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang memohon perlindungan dengan mengatasnamakan Allah, maka lindungilah dia. Dan siapa yang meminta dengan mengatasnamakan Allah, maka berilah ia. Dan siapa yang berbuat baik kepadamu, balaslah kebaikannya. Jika anda tidak mampu, maka doakanlah dia sampai dia tahu bahwa kalian telah memberinya yang setimpal.” (HR Abu Dawud)
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
”Seorang belum merealisasikan rasa syukur kepada Allah selama ia tidak mampu bersyukur (berterimakasih) atas kebaikan orang lain terhadap dirinya.”
Dari dalil di atas jelas bahwa ketika orang lain telah berbuat kebaikan, maka kita tidak boleh melupakan kebaikan tersebut. Maka dari itu hukum membicarakan kebaikan orang lain diperbolehkan untuk membicarakan kebaikan orang lain dengan tujuan mengingat kebaikan orang tersebut dan memotivasi diri maupun orang lain agar ikut melakukan kebaikan layaknya yang telah dilakukan orang tersebut.
Namun kita justru tidak boleh menyebut-nyebut kebaikan kita kepada orang lain. Sebagaimana Allah berfirman,
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 262)
BACA JUGA: Orang Beriman Menyikapi Ghibah dan Menjaga Amanah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264).
Dari Abu Dzarr Ra dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah nanti pada hari kiamat, Allah tidak akan melihat mereka dan tidak pula mensucikan mereka, mereka akan mendapatkan siksa yang pedih.”
Rasulullah SAW menyabdakan ini tiga kali. Abu Dzarr berkata: “Mereka sungguh kecewa dan rugi. Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”
Rasulullah bersabda, “Orang yang menjuraikan pakaiannya karena congkak, orang yang suka menyebut-nyebut kebaikan sendiri dan orang yang mengelola perniagaannya dengan sumpah bohong”. (HR. Muslim).
Maka dari itu, ketika orang berbuat baik, maka balaslah. Namun ketika kita berbuat baik, maka diamlah agar kebaikan tersebut tidak berbalik menjadi duri bagi diri kita sendiri. []