Oleh: Aqeela Putri
Pemerhati Anak, aqeelaputri381@gmail.com
Pornografi merupakan salah satu kata menakutkan bagi para orang tua yang mempunyai anak remaja seperti saya. Satu kata yang juga bisa membuat orang tua tanpa sadar bersikap protektif dan posesif yang berlebihan terhadap anak-anaknya. Seperti kasus yang baru-baru ini menjadi trending topik hangat di media sosial. Dua topik yang berkenaan tentang aksi pornografi dan pornoaksi yang beredar di masyarakat.
Pertama tentang beredarnya video porno seorang perempuan bersama kekasihnya di media sosial, dimana diduga dilakukan seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri ternama di Depok, Jawa Barat.
Mahasiswi tersebut dengan sengaja memvideokan aksi bersenggamanya dengan seorang lelaki yang notebene bukan suaminya. Mbak yang disapa dengan HA (inisial) ini mengaku bahwa dirinya membuat video tersebut hanya untuk dokumen pribadi dirinya sendiri dan tanpa sepengetahuannya disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Hal ini menunjukan bahwa saat ini masyarakat bebas membuat dan menyebarkan sesuatu, meskipun itu akan membawa dampak buruk bagi masyarakat. Bahkan UU sendiripun seperti seperti kehilangan taring untuk memberi efek jera terhadap pelaku maupun penyebarnya.
Kedua adalah beredarnya konten pornografi melalui salah satu aplikasi media sosial yaitu What’sApp. Bayangkan jika 35jt pengguna What’sApp di Indonesia mengakses konten tersebut sudah berapa banyak otak yang dipenuhi dengan hal-hal yang berbau pornografi.
Sebenarnya dari dua kejadian diatas, sangatlah berkaitan bahwa pornografi dan pornoaksi tidak hanya merusak pelakunya saja tapi juga merusak orang yang melihat atau mengakses kontennya. Di zaman sekarang ini, informasi apapun itu bisa kita akses hanya dengan sentuhan jari saja. Dengan bermodal gadget/android kita bisa menjelajah ke belahan dunia maya manapun tanpa ada kontrol, bahkan konten-konten pornografi dengan mudahnya bisa kita dapatkan. Di satu sisi kemajuan teknologi membuat kita menjadi lebih mudah melihat dunia luar, tapi disisi lain teknologi internet menjadi biang kerok makin banyaknya aksi pornografi dan kejahatan sexual di masyarakat.
Pengertian pornografi jika dikaitkan dan didasarkan pada UU No 44 tahun 2008 pasal 1, Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan dan eksploitasi sexsual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Dalam pasal 4-12 UU No 44 tahun 2008 tercantum pengertian pornografi yakni persenggamaan, kekerasan sexual, masturbasi, ketelanjangan, atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. Dalam pasal 6 diatur pelarangan setiap orang mendengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan produk pornografi dan diberi penjelasan didalamnya “Bahwa larangan menyimpan atau memiliki tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
Dilihat dari jabaran UU diatas terkesan bahwa jika seseorang melakukan aksi porno untuk dirinya sendiri dan dikonsumsi sendiri itu diperbolehkan dan tidak bisa dijerat dengan UU dengan dalih HAM ( Hak Asasi Manusia). Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar orang orang menganggap bahwa pendidikan moral dan kontroler perilaku seseorang hanya menjadi tugas orang tua dan dirinya sendiri.
Menganggap bahwa lingkungan dan pemerintah tidak mempunyai kewajiban untuk mengontrol perilaku dan tindak tanduk seseorang. Anggapan mereka adalah anggapan yang salah karena penjagaan moral adalah tangung jawab kita semua, tanggung jawab tiga benteng yaitu keluarga, lingkungan masyarakat, dan Negara.
Tiga benteng tersebut harus mempunyai pemahaman yang selaras bahwa pornografi membawa pengaruh yang sangat fatal dan dapat memicu kecanduan dalam otak. Pornografi juga akan memberikan rasa penasaran secara terus menerus, serta kesulitan mengontrol hasratnya di dunia nyata. Dan bahwa apapun yang sudah terlihat oleh mata, kita tidak bisa menghapusnya karena sekali mata sudah melihat, konten porno tersebut akan mengendap di otak dan menjadikan penikmat konten tersebut ingin melakukan lebih dari hanya sekedar melihat saja. Bahkan jika dilihat konten-konten seperti itu, terkesan dijadikan ajang bisnis yang menguntungkan dikalangan para Cyber Internet yang tidak bertanggung jawab.
Sebuah hadist riwayat dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Hal ini menunjukan bahwa merubah kemungkaran bukan hanya tugas satu orang saja tapi menjadi kewajiban kita semua keluarga, lingkungan masyarakat, dan Negara sebagai benteng terbesarnya. Ketika benteng terbesar, yaitu pemerintah, tidak dapat melindungi masyarakat luas dan generasi muda pada khususnya, maka akan susah sekali menghalau lajunya konten konten pornografi di masyarakat. Bahkan hal tersebut terkesan biasa dan lumrah di kalangan para remaja.
Dengan mengesampingkan rambu rambu agama mereka melakukan hal hal yang tidak pantas, hal hal yang mereka anggap sebagai surga dunia, tanpa mereka sadari mereka hanya berada di surga yang palsu. Semakin banyaknya kasus pemerkosaan, hamil diluar nikah, bayi-bayi yang terbuang karena hubungan yang tidak halal bahkan kasus-kasus anak dibawah umur yang sudah mencicipi konten-konten pornografi di internet pun tidak kalah banyaknya. Itu semua adalah bukti nyata kegagalan pemerintah/negara dalam melindungi masyarakatnya karena pemerintahlah yang punya hak dan otoritas untuk menyaring apapun yang masuk ke media sosial.
Bahkan pemerintah terkesan menganggap sepele masalah yang berkaitan dengan pornografi. Pemerintah hanya menganggap bahwa pembangunan fisik saja yang penting, tanpa memperhatikan bahwa pembangunan secara akhlaq dan moral yang tidak kalah pentingnya untuk masyarakatnya. Hal ini tentu akan membuat semakin beratnya tugas orang tua dalam menjaga buah hatinya agar tidak terjerumus ke dalam masalah pornografi dan pornoaksi.
Segala sesuatu perubahan memang harus dimulai dari diri sendiri, dari lingkup terkecil sebuah keluarga tercipta suasana yang kondusif, suasana keta’atan kepada sang pencipta ALLOH SWT, serta adanya rasa nyaman dan kasih sayang yang terlimpah kepada setiap anggota keluarga.
Kemudian mulai peduli dengan apapun yang ada di lingkungan terdekat kita, dengan saling mengingatkan dan saling menjaga satu sama lain. Sangat berharap dengan setiap kejadian yang ada para pemimpin bisa lebih peduli lagi terhadap rakyatnya dan lebih memberikan lagi rasa aman.
Jika dari ketiga tiganya yaitu keluarga, masyarakat, dan Negara memiliki pemahaman yang selaras dan melahirkan kesolidan untuk membawa setiap individu memiliki kesadaran bahwa segala sesuatu dan perbuatan mempunyai konsekuensi hukum di dunia maupun di akhirat nantinya. Wallhu a’lam bi ash showab. []