ISLAM mengakui perbudakan, namun bukan perbudakan yang dipahami oleh musuh Islam. Mereka memandang hina terhadap para budak, karena itu para budak diperkerjakan untuk mengurusi pekerjaan-pekerjaan kotor dan berat.
Perbudakan sudah dikenal dari zaman dahulu. Tidak hanya pada zaman Islam. Bangsa Romawi, Persia, Babilonia, dan Yunani, seluruhnya mengenal perbudakan. Mereka memiliki banyak sebab untuk memperbudak seseorang seperti adanya perang, tawanan, penculikan atau karena menjadi pencuri.
Tidak hanya itu, mereka pun menjual anak-anak yang menjadi tanggungan mereka untuk dijadikan budak, bahkan sebagian mereka menganggap para petani sebagai budak belian.
Bagaimana Islam memandang tentang perbudakan? Apakah sama dengan perbudakan yang dipahami oleh orang kafir?
Definisi
Pembebasan di sini berarti penghilangan kepemilikan. (Fat-hul Baari (V/146).
Al-Az-hari rahimahullah berkata, “Kata ‘itq berasal dari perkataan عَتَقَ الفَرَسُ (kuda itu bebas) apabila ia memenangkan lomba, atau عَتَقَ الفَرَخُ (anak burung itu bebas) ketika ia terbang. Hal ini disebabkan karena dengan pembebasan, budak berlepas diri (dari tuannya) dan pergi ke mana ia suka.
Sebab adanya budak dalam Islam
Dalam Islam sebab menjadi budak hanya 1 yakni orang kafir yang menjadi tawanan perang.
Islam menyatakan bahwa seluruh manusia adalah merdeka dan tidak bisa menjadi budak kecuali dengan satu sebab saja, yaitu orang kafir yang menjadi tawanan dalam pertempuran. Namun menjadi tawanan perang tidak langsung otomatis menjadi budak tetapi ada pilihan lainnya, yaitu:
[1] menjadi budak
[2] bebas dengan tebusan bahkan bisa bebas tanpa syarat
[3] dibunuh, khusus laki-laki dewasa saja
Pilihan dipilih oleh panglima perang mana yang terbaik untuk kemaslahatan Islam dan manusia. Sesuai dengan firman Allah Ta’ala,
فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّىٰ إِذَا أَثْخَنتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّىٰ تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka [1] pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh [2] membebaskan mereka atau [3]menerima tebusan sampai perang berhenti” [QS.Muhammad: 4]
Inilah satu-satunya sebab perbudakan didalam Islam, bukan dengan cara perampasan manusia, ataupun menjual orang merdeka dan memperbudak mereka sebagaimana umat-umat yang lain.
BACA JUGA: Imam Hasan Al-Bashri, Anak Seorang Budak yang Jadi Ulama Besar
Budak Yang Paling Baik
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amalan apa yang paling baik?’ Beliau menjawab, ‘Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya.’ Aku bertanya lagi, ‘Budak manakah yang paling baik?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling mahal harganya dan paling disukai pemiliknya.’”(Bukhari dan Muslim)
Dari Asma’ binti Abi Bakar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membebaskan budak pada saat gerhana matahari.”[5]
Sebab-Sebab Pembebasan Budak
1. Memerdekakan karena mengharap ridha Allah
Seorang majikan melakukan hal ini, tidak lain untuk mendapatkan rahmat dari Allah. Allah menyuguhkan banyak keistimewaan dan pahala yang berlipat, bagi siapa saja yang ingin memerdekakan budaknya.
Islam sangat mendorong untuk memerdekakan budak dengan cara ini, walaupun hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Allah berfirman, “Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan budak”.
Para sahabat tidak mau ketinggalan dalam pelaksanaan amar ma’ruf ini, Abu Bakar siddiq Radhiyallahu ‘anhu menginfakkan sejumlah hartanya untuk membeli budak-budak dari para pembesar Quraisy dan kemudian memerdekakannya.
2. Memerdekakan karena kaffarat
Ini adalah wasilah yang sangat penting dalam membebaskan para budak. Di dalam Al Quran banyak sekali kita dapati dalil yang memerintahkan membebaskan budak dengan cara seperti ini, yaitu membebaskan budak karena telah melakukan pelanggaran syariat Islam.
Dan sudah pasti dalam realita, tidak sedikit yang membuat pelanggaran. Artinya dengan cara ini Islam benar-benar ingin membebaskan budak sebanyak-banyaknya. Diantara sarana dalam membebaskan budak dengan cara kaffarat disebutkan dalam Al Quran :
• Membunuh karena tidak bersalah (tidak disengaja). Maka baginya memerdekakan budak dan membayar diyat. Annisa :92.
• Membunuh dari seorang kaum kafir yang berada dalam perjanjian damai dengan mereka. Maka kaffaratnya adalah dengan memerdekakan budak. Annisa 92.
• Orang yang melanggar sumpah, kaffaratnya dengan memerdekakan budak. Al maidah :89.
• Orang yang menzhihar istrinya, kemudian bertaubat, kaffaratnya dengan membebaskan budak. Al mujadalah :3.
• Berhubungan dengan istri di siang hari ketika ramadhan, kaffartnya membesakan budak.
3. Memerdekakan karena mukatabah
Memerdekakan karena keinginan budak sendiri, dengan cara membayar imbalan yang telah disepakati oleh tuan dan budak secara berangsur.
Allah berfirman,” …dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang di karuniakan-Nya kepadamu…”.
4. Memerdekakan budak atas tanggungan daulah/Negara
Ini termasuk sarana optimal dalam memerdekakan budak, karena negara yang turun langsung dan menghandle dalam memerdekakan budak. Islam telah menetapakan bagi negara dana khusus yang diambil dari dana zakat, dana ini disebut dalam Al Quran dengan dana “wafi rriqabi”.
Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hambasahaya, untuk membebaskan orang-orang berutang, untuk jalan Alllah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Dan Allah maha mengetahui, maha bijaksana”.
Sejarah mencatat di zaman khulafaurrasydin, mereka lah (pemerintah) yang langsung mendatangi pasar-pasar yang disana banyak budak yang diperjualbelikan, kemudian mereka membeli para budak tersebut dan membebaskannya.
Dalam suatu kesempatan Yahya bin Sa’id berkata, “Aku diutus oleh Umar bin Abdul Aziz untuk memberi sedekah kepada orang-orang di afrika, kemudian aku mengumpulkannya dan mencari fuqara’, tetapi aku tidak mendapatkan seorang orang fakir dan orang yang berhak mendapatkan sedekah ini, karena Umar bin Abdul Aziz telah mencukupkan mereka, maka saya membeli sejumlah budak dan memerdekakannya”.
5. Memerdekakan karena “ummu walad”.
Ini juga wasilah dalam membebaskan budak. Ketika seorang perempuan menjadi budak seorang muslim, maka seorang muslim boleh memperlakukan budaknya sama seperti ia memperlakukan seperti isterinya.
BACA JUGA: Rasulullah ﷺ dan Seorang Budak Wanita Bernama Barirah
Jika mereka memperoleh anak dari hubungan mereka, maka dalam syariat hal ini dianggap sebagai “ummu walad”.
Dan majikan tersebut haram menjual budaknya kepada orang lain. Kemudian jika sang majikan ini meninggal dan budaknya belum dimerdekakan, maka secara otomatis budak tersebut menjadi merdeka.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” [Al-Ma’arij/70 : 29-30]
Juga dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menggauli Mariyah Al-Qibthiyah, kemudian ia melahirkan Ibrahim, seraya beliau bersabda, “Mariyah dimerdekakan oleh anaknya.”(HR Ibnu Majah). Juga Nabi Ibrahim Alaihissallam menggauli Hajar, kemudian ia melahirkan Nabi Ismail Alaihissallam. []