Oleh: Samson Rahman, MA
TAKWA adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dan kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.
Takwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Takwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu melakukan kebaikan. Menurut Sayyid Quth dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—takwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri kehidupan.
BACA JUGA: Jangan Tertipu dengan Dukungan Mayoritas
Saat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah takwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah takwa!”
Demikian banyak ayat Alquran yang menyerukan kita untuk bertakwa dalam bingkai takwa yang sebenarnya, dalam kadar taqwa yang semestinya, dalam bobot takwa yang mampu kita lakukan. Lihat umpamanya (QS. Al-Ahzab : 70) dan (QS. At-Taubah : 119).
Dalam hadits juga sangat banyak seruan agar taqwa menjadi penghias perilaku kita dan menjadi mutiara batin kita. Seperti sabda Rasulullah: “Bertakwalah kamu kepada Allah, dimanapun kamu berada, dan ikutilah keburukan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukan itu. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Ad-Darimi).
Ciri Manusia Takwa
Seseorang akan disebut bertakwa jika memiliki beberapa ciri. Dia seorang yang melakukan rukun Iman dan Islam, menepati janji, jujur kepada Allah, dirinya dan manusia dan menjaga amanah. Dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Manusia takwa adalah sosok yang tidak pernah menyakiti dan tidak zalim pada sesama, berlaku adil di waktu marah dan ridha, bertaubat dan selalu beristighfar kepada Allah.
Manusia takwa adalah manusia yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sabar dalam kesempitan dan penderitaan, beramar ma’ruf dan bernahi munkar, tidak peduli pada celaan orang-orang yang suka mencela, menjauhi syubhat, mampu meredam hawa nafsu yang menggelincirkan dari shiratal mustaqim. Itulah di antara ciri-ciri sosok manusia taqwa itu.
Agar seseorang bisa mencapai takwa diperlukan sarana-sarana. Dia harus merasa selalu berada dalam pengawasan Allah, memperbanyak dzikir, memiliki rasa takut dan harap kepada Allah. Komitmen pada agama Allah. Meneladani perilaku para salafus saleh, memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuannya sebab hanya orang berilmulah yang akan senantiasa takut kepada Allah (QS. Fathir: 28).
Agar seseorang bertakwa dia harus selalu berteman dengan orang-orang yang baik, menjauhi pergaulan yang tidak sehat dan kotor. Sahabat yang baik laksana penjual minyak wangi dimanapun kita dekat maka akan terasa wanginya dan teman jahat laksana tukang besi, jika membakar pasti kita kena kotoran abunya (HR. Bukhari).
Membaca Alquran dengan penuh perenungan dan mengambil ‘ibrah juga merupakan sarana yang tak kalah pentingnya untuk mendaki tangga-tangga menuju puncak taqwa. Instrospeksi, menghayati keagungan Allah, berdoa dengan khusyu’ adalah sarana lain yang bisa mengantarkan kita ke gerbang taqwa. Pakaian dan makanan kita yang halal dan thayyib serta membunuh angan yang jahat juga sarana yang demikian dahsyat yang akan membawa kita menuju singgasana takwa.
Buah Takwa
Manusia dengan ciri dan karakterisrik di atas akan memetik buah ranum dan manisnya takwa. Bukan hanya individual sifatnya namun masyarakat juga akan menikmatinya, di antaranya:
BACA JUGA: Kisah Ketakwaan Ibnu Umar
- Manusia takwa akan mendapatkan mahabbah Allah (Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa, (QS. At-Taubah: 4),
- Allah akan selalu bersama langkah dan pikirnya (Sesungguhnya Allah selalu bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (QS. An-Nahl; 128),
- Mendapat manfaat dari apa yang dibaca di dalam Al-Qur`an (QS. Al-Baqarah; 2),
- Lepas dari gangguan setan –“sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila ditimpa was-was dari syetan, mereka ingat kepada Allah maka seketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (QS. Al-A’raf: 35),
- Diterima amal-amalnya (QS. Al-Maidah: 27),
- Mendapatkan kemudahan setelah kesulitan dan mendapat jalan keluar setelah kesempitan (QS. Ath-Thalaq: 2 dan 4).
- Manusia taqwa akan memiliki firasat yang tajam, mata hati yang peka dan sensitif sehingga dengan mudah mampu membedakan mana yang hak dan mana pula yang batil. (QS. Al-Anfaal : 29).
- Mata hati manusia taqwa adalah mata hati yang bersih yang tidak terkotori dosa-dosa dan maksiat, karenanya akan gampang baginya untuk masuk surga yang memiliki luas seluas langit dan bumi yang Allah peruntukkan untuk orang-orang yang bertaqwa (QS. Ali Imran: 133 dan Al-Baqarah: 211).
Takwa yang terhimpun dalam individu-individu ini akan melahirkan keamanan dalam masyarakat. Masyarakat akan merasa tenteram dengan kehadiran mereka. Sebaliknya pupusnya takwa akan menimbulkan sisi negatif yang demikian parah dan melelahkan. Umat ini akan lemah dan selalu dilemahkan, akan menyebar penyakit moral dan penyakit hati. Kezaliman akan merajalela, adzab akan banyak menimpa. Masyarakat akan terampas rasa aman dan kenikmatan hidupnya. Masyarakat akan terenggut keadilannya, masyarakat akan hilang hak-haknya.
Semakin takwa seseorang -baik dalam tataran individu, sosial, politik, budaya, ekonomi- maka akan lahir pula keamanan dan ketenteraman, akan semakin marak keadilan, akan semakin menyebar kedamaian. Takwa akan melahirkan individu dan masyarakat yang memiliki kepekaaan Ilahi yang memantulkan sifat-sifat Rabbani dan insani pada dirinya. []
SUMBER: IKADI