Oleh: Ammylia Rostikasari, S.S.
Akademi Menulis Kreatif
ammyliarostikasari93571@gmail.com
SETELAH berbahagia dengan datangnya Ramadhan yang mulia, kaum Muslim pun menanti kehadiran kebahagiaan berikutnya. Ya, datangnya hari kemenangan, Idul Fitri.
Lazimnya gegap gempita masyarakat nusantara yang biasa mempersiapkan baju baru, kue kering, juga tradisi mudik untuk merayakan hari kemenangan. Namun, ternyata ada beberapa pelajaran yang lebih bermakna, yang dapat dipetik di balik perayaan Hari Kemenangan, yaitu.
Pertama, kebahagiaan dan syukur. Tak ada Muslim yang tak bahagia jika Idul Fitri tiba. Mengingat makna ‘ied itu adalah hari raya, hari perayaan, hari yang dirayakan.
BACA JUGA: Sandi: Takbir Keliling Sambut Hari Kemenangan, Jangan Dilarang
Rasulullah Saw. menyampaikan. Dari Abu Hurairah ra., berkata, “Rasulullah Saw. Bersabda, ‘Setiap amal anak Adam dilipat-gandakan pahalanya. Satu kebaikan diberi pahala 10 hingga 700 kali. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman; selain puasa, karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Akulah yang langsung akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua momentum kegembiraan: kebahagiaan ketika ia berbuka (berhari raya fitri), dan ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada aroma kesturi.” (HR. Mutaffaq ‘Alaih)
Namun, kebahagiaan yang dimaksud tentu saja karena kesyukuran atas karunia taufik Allah kepada hamba-Nya. Setelah meraih sukses Ramadhan dengan persembahan amal yang istimewa guna mencapai takwa. Sejatinya, itulah kebahagiaan hakiki seorang hamba. Mengisi hidup agar senantiasa tunduk patuh kepada Sang Pencipta.
Kedua, pengokohan iman. Penyambutan Idul Fitri disunahkan untuk mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih, serta tahmid. Lisan basah dengan memuliakan dzikir memuliakan Ilahi Rabbi sebagai penegasan keimanan dan tauhid.
Sebagaimana juga yang diperintahkan kepada Rasulullah Saw. Saat memperoleh karunia kenikmatan puncak yang telah dicita-citakan bertahun-tahun. Cita-cita mulia dalam kemenangan dakwah yang gemilang, dengan menaklukkan Kota Makkah. Selanjutnya, berbondong-bondonglah penduduk jazirah Arab masuk ke dalam Islam. Dalam sembah syukurnya, Rasulullah Saw. Diperintahkan oleh Allah Swt. untuk bertasbih, bertahmid dan beristighfar.
Ketiga, kembali ke fitrahnya. Telah begitu santer terdengar di telinga, idul fitri menjadikan jiwa-jiwa manusia yang berupaya taat menjadi kembali suci. Oleh sebab itu, fitrah ini mestilah secara kontinyu untuk dapat dijaga juga dipertahankan.
Seperti yang yang dinyatakan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, “Hari raya orang Mukmin itu ada lima:Pertama, ketika tidak tercatat satu pun dosa padanya di hari itu. Kedua, ketika dia meninggalkan dunia ini dalam keadaan beriman. Ketiga, ketika dia selamat melintasi titian di akhirat. Keempat, ketika dia masuk surga. Kelima, ketika dia melihat Allah’Azza wa Jalla.” Demikianlah lima hari raya seorang Mukmin.
Keempat, kepekaan sosial. Islam merupakan agama yang mengajarkan hambanya untuk memiliki kepekaan sosial. Peka juga peduli terhadap sesama umat manusia. Karakter inilah yang tampak nyata selama bulan Ramadhan yang akan segera berlalu.
Semangat berbagi, menyisihkan separuh rizki untuk menjalankan sunah Rasulullah dalam infak sedekah. Semua dilakukan karena kecintaan kepada baginda Muhammad Saw. Karena ini merupakan perintah Allah Swt. Dengan berbagi akan menumbuhkan kecintaan kepada sesama umat manusia.
Yang berlebih memberi kepada yang membutuhkan, memudahkan mereka dalam pemenuhan akan kebutuhan hidup. Aktivitas berbagi ini pun akan semakin indah jika bukan hanya diindahkan dalam Ramadhan, tetapi di setiap masa guna meraup pahala.
Kelima, kebersamaan dan persatuan umat. Ramadhan kental dengan nuansa kebersamaan juga persatuan umat. Mengawali saum bersama-sama, menunaikan tarawih berjamaah di masjid, tadarus bersama, buka bersama yang menjadi ceremonial tahunan , itikaf di 10 hari terakhir, zakat fitrah bersama sampai merayakan Idul Fitri pun bersama.
BACA JUGA: Ketika Hari Raya Idul Fitri di Hari Jumat
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Saw. bersabda: “Berpuasa itu adalah pada hari di mana kalian berpuasa (secara bersama-sama), dan beridul fitri itu adalah pada hari di mana kalian semua beridul fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan Idul Adha, yaitu pada hari di mana kalian semuanya beridul Adha (secara bersama-sama).” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dari Ibnu Majah).
Semoga kita sebagai Mukmin yang hendak meraih takwa dapat konsisten mengamalkan 5 pelajaran berharga tersebut. Karena ketaatan kepada Allah Swt. tak hanya ada di dalam Ramadhan saja, melainkan di setiap bulan, hari juga detik. Semoga kita tergolong kepada hamba yang beruntung karena memelihara takwa. Wallahu’alam bishowab. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.