PERNAHKAH kamu mendengar soal tabungan emas? Namun bagaimana hukum tabungan emas tersebut dalam Islam?
Dikutip dari laman Sindonews, Ustaz Farid Nu’man Hasan, dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia menjelaskan, tidak ada larangan menabung emas di rumah, dikumpulkan lalu dijual lagi saat harga tinggi. Itu merupakan salah satu metode menabung.
Hal itu diperbolehkan selama tidak lupa mengeluarkan zakatnya saat sudah mencapai nishab atau cukup satu haul, sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfaqkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) adzab yang pedih.” (QS. At-Taubah: 34)
BACA JUGA: 8 Hikmah Diharamkan Sutra dan Emas bagi Pria
Ayat ini bukan melarang dan mengancam menyimpan emas dan perak, tetapi mengancam mereka yang menyimpan emas dan perak namun tidak mengeluarkan zakatnya. Maksud dari “tidak menginfaqkannya di jalan Allah” adalah zakat, sebagaimana keterangan Imam Ibnu Jarir berikut:
قالوا: وعنى بقوله: {ولا ينفقونها في سبيل الله} [التوبة: ٣٤] ولا يؤدون زكاتها
“Para ulama mengatakan makna firmanNya: mereka tidak menginfaqkannya di jalan Allah, yaitu mereka tidak menunaikan zakatnya.” (Tafsir Ath Thabari, 11/424)
Nabi ﷺ sendiri menyimpan emas batangan (at-Tibr) lalu Beliau sedekahkan. Dari ‘Uqbah bin Al Harits radhiallahu ‘anhu, katanya:
صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَصْرَ فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ سَرِيعًا دَخَلَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ وَرَأَى مَا فِي وُجُوهِ الْقَوْمِ مِنْ تَعَجُّبِهِمْ لِسُرْعَتِهِ فَقَالَ ذَكَرْتُ وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ تِبْرًا عِنْدَنَا فَكَرِهْتُ أَنْ يُمْسِيَ أَوْ يَبِيتَ عِنْدَنَا فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ
“Aku sholat Ashar bersama Nabi ﷺ, ketika salam Beliau berdiri cepat-cepat lalu masuk menuju sebagian istrinya. Kemudian Beliau keluar dan memandang kepada wajah kaum yang nampak terheran-heran lantaran ketergesa-gesaannya. Beliau bersabda: “Aku teringat saat sholat dengan sebatang emas yang kami miliki, saya tidak suka mengerjakannya sore atau kemalaman, maka saya perintahkan agar emas itu dibagi-bagi.” (HR Al-Bukhari No 1221)
Lalu, jika dia mau menjualnya lagi saat harga naik, itu tidak masalah. Seseorang berhak memperlakukan barang miliknya sesuka hatinya, mau dia jual, simpan, atau disedekahkan. As-Sayyid Abdurrahman bin Umar rahimahullah berkata, “Seorang pemilik harta bebas memperlakukan harta miliknya sesuai kehendaknya.” (Bughiyatul Mustarsyidin, Hal 291)
BACA JUGA; Bolehkah Mengkonsumsi Makanan Bertabur Emas?
Sementara menurut Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah Cirebon dalam satu tausiyahnya, perlu diperhatikan kaum muslim bagaimana cara menabung emasnya. Kalau ada yang menabung emas dengan cara membeli kemudian disimpan di rumah itu hukumnya boleh. Yang jadi masalah adalah ketika seseorang menabung emas dengan cara mengirim uang ke lembaga keuangan atau bank kemudian dicatat sebagai emas. Ini tidak dibenarkan karena transaksinya tidak benar.
“Yang benar kita boleh menabung uang dulu ke lembaga keuangan. Setelah terkumpul baru nanti dilakukan transaksi beli emas,” kata Buya Yahya dilansir dari kajian Channel Al-Bahjah 7 Januari 2021.
Buya Yahya mengatakan, menabung emas di perbankan itu harus ada transaksi yang jelas. Ada barangnya, ada penjual dan pembelinya. Kalau tidak begitu nanti bisa jatuh ke dalam riba. []